Minggu, 23 Oktober 2016

Koreksi Persekolahan

Sungguh waktu dan energi ummat ini banyak dihabiskan untuk menyelesaikan masalah demi masalah. Mungkin prestasi kita selama ini adalah terampil menyelesaikan masalah. Namun, seperti biasa, masalah selalu melahirkan masalah baru.
Bahkan solusi yang diberikan seringkali berpotensi memproduksi masalah yang lebih besar dan tentu saja kesibukkan yang lebih besar.
Lihatlah sekolah sekolah dibangun untuk membendung masalah kebiadaban peradaban. Anak anak kecil dikirim sedini mungkin untuk di "karantina" dan di "sterilisasi" dari lingkungan yang biadab serta fitnah zaman, tanpa pernah menyadari bahwa setiap manusia sesungguhnya punya kapasitas dan kemampuan memunculkan cahaya fitrah nya untuk menerangi kegelapan kezhaliman..
Anak anak muda disadarkan ghiroh keagamaannya melalui kisah kisah konspirasi kebiadaban. Seolah kebiadaban lebih besar dari Allah SWT. Maka lahirlah generasi muda, yang sinis melihat dunia, sinis melihat pengetahuan dan teknologi, sinis pada peradabannya dan parahnya.... lebih sibuk memaki daripada berkarya.
Pendidikan kita tak mampu menumbuhkan potensi fitrah generasi peradaban, sehingga banyaknya penghafal alQuran tak sebanding dengan lahirnya banyaknya karya dan peran peradaban bagi dunia. Sungguh Kitabullah tanpa generasi yang fitrahnya tumbuh dengan paripurna hanya melahirkan generasi mirip keledai yang memikul kitab kitab dipunggungnya.
Sungguh kita benar benar disibukkan meratapi dan menterapi kebiadaban, bukan mengasiteki peradaban. Sungguh sepanjang sejarah kebangkitan peradaban tidak bisa dibangun dari kesedihan dan kecemasan, ketakutan dan kesinisan, dstnya.
Kesibukkan meratapi dan menterapi kebiadaban membuat kita jalan di tempat. Generasi kita mirip aliran air yang tidak mengalir, menjadi semakin hitam dan kelam, tempat masuknya sampah dan kuman penyakit.
Padahal dahulu ketika dunia begitu gelap dan kelamnya, orang mengira dunia akan kiamat dan banyak yang menduga Nabi Akhir Zaman akan diutus ditengah tengah pusat kezhaliman dunia.
Barangkali kita lupa Rasulullah SAW ternyata tidak diutus di tengah tirani kebiadaban imperium Romawi maupun imperium Persia, lalu memadamkannya tepat di jantungnya seketika. Tidak.
Beliau diutus untuk tidak fokus pada masalah kebiadaban peradaban, namun fokus pada membangkitkan potensi potensi peradaban yaitu potensi fitrah manusia, potensi alam, potensi keluarga, potensi lokal kehidupan ummat kemudian memandunya dengan Kitabullah sehingga menjadi cahaya peradaban yang menerangi.
Sederhana betul namun sebuah politik Ilahi yang luarbiasa ketika Nabi Akhir Zaman memulainya dengan menjadi arsitek peradaban. Tidak tanggung tanggung, Allah menempatkan Muhammad SAW di tempat yang dianggap manusianya tak berpotensi (buta huruf) dan alamnya tak berpotensi (gersang padang pasir) serta masyarakatnya tak berpotensi (Arab jahiliyah dan badui kasar)
Beliau men"tarbiyah" para pemuda dan orangtua untuk membuka tabir hatinya untuk kembali kepada titik kesadaran potensi fitrahnya, baik personal maupun komunal lalu memandunya dengan Kitabullah sehingga mencapai peran peran terbaik peradabannya baik pada level personal, keluarga maupun komunitas dan dunia.
Maka hanya 23 tahun, lahirlah generasi unik yang fokus pada potensi fitrahnya, lahirlah peradaban "madani" yang menerangi semesta selama ribuan tahun. Mereka menjadi the best model (khoiru ummah) dan the integrator (ummatan wasathon) di antara ummat lainnya.
Maka mari kita sibukkan diri kita, komunitas kita untuk membangkitkan potensi cahayanya, membangkitkan potensi fitrah personal dan komunalnya sehingga kegelapan kebathilan itu tidak pernah ada.
Salam Pendidikan Peradaban.
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak
#fitrahbasededucation

Tidak ada komentar:

Posting Komentar