Minggu, 08 Agustus 2021

Lima Hari Lima Kematian

03.09 0


Klunthing... Klunthing... Klunthing... Klunthing... Klunthing...


Banyak notif WA dan FB masuk ke HPku saat “tilik” online. Rerata semua mendo'akan dan memberikan semangat agar kami sekeluarga tak pantang menyerah untuk mendamaikan Mas Kopit dan Mba Aritmia (gangguan irama jantung) yang ada dalam tubuhku.


Seorang kolega mengirim pesan, “Wis to... Anggap sedang flu biasa saja."


Atau pesan dari masku yang mengatakan, “Kamu tu udah sering kena serangan mba Aritmia. Ra sah nggagas... Ngko mesti mari".


Atau mbakyuku yang setiap VC atau chat pasti bercerita lucu. 


Bahkan anakku membawakan headset saat hendak berangkat ke Hotel Putih. Katanya biar aku gak denger bisik-bisik tetangga. Karena begitulah, menginap di kamar isolasi itu los dol... 


Namun afirmasi dan headset, semua itu tak bisa memfilter backsound bangsal isolasi Hotel Putih yang tertangkap jelas oleh indera pendengaran ku.  Jangankan suara, penglihatan pun begitu. Alhamdulillah asuransi yang kami ikuti menempatkan aku di kelas 1. Mayan bed tempatku menginap tertutup oleh tirai biru yang meneduhkan mata.


Tapi tetap saja ketika anakku telpon pasti terdengar backsound bisik-bisik tetangga. Backsound yang tak bisa membuatku tidur pulas tanpa bantuan si Alprazolam.


Bicara tentang si Alprazolam, dialah yang paling berjasa membuat mba Aritmia dan Mas Kopit anteng sesaat. Nanti deh percakapan mereka aku tuturkan tersendiri.


Lima hari menginap di Hotel Putih dengan lima kali menyaksikan kematian cukup membekas dalam hatiku.


Oke ... 

Kalian bisa menganggap si Mas Kopit ini flu biasa, karena Mas Bojo dan anak-anakku yang juga diganggunya dapat segera pulih secara paripurna. 


Namun tidak dengan kami, para pejuang, yang menginap di bangsal isolasi Hotel Putih ini. Tak pandang usia, kami datang dengan bermacam-macam komorbid. Seperti aku datang bersama mba Aritmia yang sewaktu-waktu bisa menyebabkan gagal jantung yang berujung kematian.


Lima hari aku menginap di bangsal ini, lima diantara kami, para pejuang tak mampu lagi meneruskan perjuangan….


Pejuang yang pertama mengakhiri perjuangan adalah seorang bapak-bapak. Sebenarnya beliau sudah menginap beberapa hari sebelumku. Kondisinya saat aku masuk masih memakai ventilator. Di antara para pejuang di bangsal ini, mungkin hanya aku seorang yang tidak mengenakan topeng udara itu. Alhamdulillah selama menginap, saturasiku stabil, di atas angka 96. Meski oxymeter kadang gak bisa cepat mendeteksi karena kecilnya jari jemari tanganku.


Malam sebelum sesebapak ini mengakhiri perjuangan, kudengar percakapannya dengan salah seorang power rangers (sebutanku untuk para perawat). Inti percakapannya kurang lebih mengatakan gula darah sesebapak itu tidak stabil. Jadi harus mengurangi beberapa makanan bekal dari rumah.


Sesebapak itu sangat emosi, istri yang setia menunggunya tak ayal menjadi sasaran kemarahannya. Begitu emosinya hingga berujung kepanikan yang membuatnya semakin sulit bernafas. Meski oksigen dalam ventilator dialirkan penuh ternyata tak bisa membuatnya bertahan. Beliau mengakhiri perjuangan dalam amarah di saat sang istri sedang di kamar mandi.


Yang kedua adalah kepergian seorang ibu yang sudah sepuh. Aku sendiri kurang paham kondisinya karena tempatnya menginap berseberangan denganku. Hanya yang kuingat adalah ucapan lirihnya untuk minta pulang yang diucapkan berkali-kali. Kutahu kepergiannya dari Mas Bojo.


Hari selanjutnya, samping ruangku kembali terisi. Seorang bapak yang baru pulang kampung dari merantau di luar pulau. Dengan diantar tetangganya, si Bapak menurutku sudah tidak baik. Mulai masuk selalu ingin melepas ventilatornya. Suaranya sudah putus-putus, ditingkahi suara oksigen yang keluar dari ventilator secara full membuatku sulit tidur. Dan Allah berkehendak, tak sampai satu malam, bapak itu berhenti berjuang.


Pejuang keempat yang tak bisa meneruskan perjuangan sangat memilukan. Sudah empat hari beliau berjuang bersamaku di bangsal ini. Kondisinya sudah cukup stabil, hanya gula darahnya yang belum stabil. Anak yang menungguinya setia memutarkan murotal untuk membuat si ibu tenang. Namun di tengah ketenangan, tetiba ibu itu mengalami kepanikan yang luar biasa. Teriakan Allahu Akbar tak pernah terputus dari lisannya. Suaranya yang keras cukup membuatku bergidik. Sebersit pertanyaan menghantaui pikiranku, seberapa sakit sebuah kematian?

Sehingga tak mampu membuat ibu itu bersabar?


Akhirnya ibu itu berhenti berjuang dalam kekalutan. Betapa terpukul anak yang telah berhari-hari mendampinginya berjuang. Aku baru kali ini mendengar seorang pemuda meraung-raung dengan kerasnya.


Hari kelima, ruang sebelahku kembali kedatangan seorang pejuang. Ibu muda dengan diantar suaminya, hampir tak ada suara yang keluar dari ruanganya. Saat Mas Bojo iseng menengok untuk memberi support kepada sang suami, ternyata si istri sudah dalam keadaan koma, SGOT dan SGPT nya tinggi. Power rangers merencanakan cuci darah untuknya. Namun belum sampai terlaksana, si istri telah pergi menghadapNya.


Innalillahi wainna ilaihi roji'un. 

Allahummaghfirlahum warhamhum. 

Allahummarzuqna husnul khotimah. 

Kullu nafsin dzaaiqotul mauut



*****


Tetiba ingin ku bersenandung nasyidnya Raihan ini;

🎼🎶🎵

Kehidupan Yang Kau Lalui Tiada Bererti

Namun Kau Masih Tak Menyedari

Bila Wajahmu Pucat Lesu Terbujur Kaku

Bimbang Hidup Kau Kan Berakhir

Tidakkah Kau Tahu Dia Yang Maha Kuasa

Masihkah Tak Mengerti

Tiada Hidup Tanpanya... Allah

Subhanaallah


Lalu Kau Pun Tunduk Membisu

Sejuta Ketakutan

Bayangkan Dosa Mu Bagai Lautan

Haraplah Diberi Peluang

Umur Yang Panjang

Kau Kan Jadi Hamba Yang Sejati


Allah Maha Pengasih

Allah Maha Pengampun

Kembalilah Kepada Fitrahmu

Allah Maha Pengasih

Allah Maha Pengampun

Sedarlah Kau Dari Kesilapan Mu


Lalu Kau Pun Sujud Mengaku

Hilang Keangkuhanmu

Cabutlah Noda Hitam Di Hatimu

Haraplah Di Beri Peluang

Beribadah Kembali

Kau Kan Jadi Hamba Yang Sejati


Engkau Pun Menyedari

Jangka Waktu Yang Di Beri

Kau Pun Sedari

Cintanya Yang Abadi


Allah Maha Pengasih

Allah Maha Pengampun

Kembalilah Kepada Fitrahmu


Allah Maha Pengasih

Allah Maha Pengampun

Cintai Ilahi

Cinta Yang Hakiki

Subhanaallah

🎼🎵🎶


Jika ia, kematian, datang. Aku tahu ia tak mengenal tempat, tak melihat waktu dan tak bisa dimengerti caranya. Untuk itu semua butuh persiapan. Butuh tabungan amal terbaik yang akan menjadi penolong.


Lima hari yang penuh dengan pelajaran berarti. Lima hari yang membuatku semakin mengerti. Mengharap semoga Allah masih memberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menyambut hadirnya.


Yani si BuPer

08 Agustus 2021