Menambah Jam Terbang; Belajar Pola Berkomunikasi dalam Keluarga
Setelah berkeliling di gua The Jungle of Knowledge tetapi belum menemukan potluck yang sesuai selera, maka dengan terpaksa aku mau makan potluck ku sendiri saja. Stelah kembali studi literasi aku menemukan satu materi yang menurutku sangat pas untuk kukunyah di saat aku sedang menghadapai tantangan komunikasi di level ini.
Ssstttt.... gaes... kubisikin ya
Sejak sebelum memasuki kelas telur-telur Bunda Cekatan, sudah tergambar kalau BuPer ingin menyelesaikan aktivitas komunikasi sebagai salah satu aktivitas cekatanku. Seiring berjalannya waktu, ternyata Allah menjawabnya dengan mengirimkan beberapa tantangan komunikasi untuk menguji niatku. Warbiyasah.... tantangannya sempat membuatku oleng dan menjatuhkan kepercayaan diriku. Namun bukanlah seorang yang beriman jika kemudian menyerah pada tantangan. Tantangan harus dihadapi dengan senyuman dan lapang dada, karena ini adalah salah satu tanda untuk naik kelas. Walhasil setelah menumpahkan aliran rasa di dada Mas Bojo, BuPer memutuskan untuk tetap lanjut. BuPer tidak boleh BaPer, maju terus dan harus siap mengambil konsekuensi dari pilihan yang sudah diambil.
Dengan prinsip "hanya mengatakan apa yag sudah dikerjakan", BuPer rasa semakin seru aja dalam melanjutkan aktivitas untuk menekuni bidang komunikasi ini sebagai sarana untuk menambah jam terbang. Alhamdulillah bisa berada di kelas Bunda Cekatan, jadi semakin merasa pas untuk menaklukkan tantangan ini. Karena di kelas ini BuPer akan belanja gagasan, belanja bekal sehingga benar-benar layak untuk mendapatkan gelar cekatan di bidang komunikasi. Hu...hu... padahal bukan alumni sekolah komunikasi, BuPer yakin pengalaman akan lebih menunjukkan keexpertan. Njuk lanjut....
"Komunikasi bukan hanya soal kemampuan berbicara"
Dan potluck pertama yang akan kukunyah adalah tentang pola komunikasi keluarga, mari dinikmati bersama;
POLA KOMUNIKASI KELUARGA
Devito dalam
bukunya The Interpersonal Communication Book (1986) mengungkapkan empat pola
komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu :
1. Pola
Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)
Dalam pola ini, tiap individu membagi
kesempatan komunikasi secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap
orang dalam keluarga adalah sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara
kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide, opini, dan kepercayaan. Komunikasi
yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pemisahan
kekuasaan yang terjadi pada hubungan inerpersona lainnya. Dalam pola ini tidak
ada pemimpin dan pengikut, pemberi pendapat dan pencari pendapat, tiap orang
memainkan peran yang sama. Komunikasi memperdalam pengenalan satu sama lain,
melalui intensitas, kedalaman dan frekuensi pengenalan diri masing-masing,
serta tingkah laku nonverbal seperti sentuhan dan kontak mata yang seimbang
jumlahnya. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan, baik
yang sederhana seperti film yang akan ditonton maupun yang penting seperti
sekolah mana yang akan dimasuki anak-anak, membeli rumah, dan sebagainya.
Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman. Masalah diamati dan
dianalisa. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari yang
lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau perbedaan
nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang. Bila
model komunikasi dari pola ini digambarkan, anak panah yang menandakan pesan
individual akan sama jumlahnya, yang berarti komunikasi berjalan secara timbal
balik dan seimbang.
2. Pola
Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)
Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam
pola ini tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya
masing-masing. Tiap orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang berbeda.
Sebagai contoh, dalam keluarga biasa, suami dipercaya untuk bekerja/mencari
nafkah untuk keluarga dan istri mengurus anak dan memasak. Dalam pola ini, bisa
jadi semua anggotanya memiliki pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan,
seni, dan satu pihak tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi
tidak dianggap sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah
sendiri-sendiri. Sehingga sebelum konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang
menang atau kalah. Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal bisnis, suami
lah yang menang, dan bila konflik terjadi dalam hal urusan anak, istri lah yang
menang. Namun tidak ada pihak yang dirugikan oleh konflik tersebut karena
masing-masing memiliki wilayahnya sendiri-sendiri.
3. Pola
Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)
Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu
orang dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal
balik. Satu orang yang mendominasi ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa
kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun
dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih menarik atau berpenghasilan lebih
besar. Pihak yang kurang menarik atau berpenghasilan lebih rendah berkompensasi
dengan cara membiarkan pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan
mengambil keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan
tegas, memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan
bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat
yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar
meyakinkan pihak lain akan kehebatan argumennya.
Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat dan berpegang pada pihak
yang mendominasi dalam mengambil keputusan.
4. Pola
Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)
sumber potluck : http://syrisna.blogspot.com/2015/02/komunikasi-dalam-keluarga.html
Keren...keren... tantangan yang kemarin dihadapi BuPer, salah satunya adalah karena belum memahami bagaimana pola komunikasi yang harus diterapkan di keluarga ideologisku. Kalau begini semakin merasa tertantang untuk melahap potluck-potluck lain yang masih berhubungan dengan komunikasi. Semoga senantiasa dimudahkan untuk aktivitas yang membahagiakan.