Rabu, 24 April 2019

Game Stimulasi Kecerdasan Matematika Logis Membuatku Menemukan Pembelajaran Bermakana

09.33 0
Sering terhenyak kalau sedang berdiskusi dengan Mas Bojo, ni orang pinter amat sih, semua diskusi argumen yang beliau sampaikan selalu bisa diterima. Besyukur sekali bisa mendampingi orang sepintar ini. Kalau kata pepatah kalau mau wangi maka bergaullah dengan penjual parfum. Nah kalau untuk saya, tampaknya pas karena saya ingin pintar maka saya menikah dengan orang pintar. Opo hubungane?

Jelaslah, dengan menikah dengan beliau yang pintar saya semakin menemukan kebermaknaan dalam belajar. Selidik punya selidik apa sih makanan beliau sewaktu kecil, nasi bukan ya?
Walhasil saya pun menjadi detektif dadakan dan mewawancarai beberapa orang terdekat. Kesimpulan saya, Mas Bojo nih makannya biasa, yang tak biasa adalah sejak kecil beliau suka matematika. Lho...lho....apa lagi nih hubungannya?

Ternyata berdasarkan beberapa penelitian, orang yang suka metematika akan selalu terstimulasi nalar dan logikanya. Dari tantangan game level #6 kelas Bunda Sayang IIP ini pun saya melihat korelasi kuat tersebut. Banyak hal yang yang saya dapatkan saat membersamai teman-teman menyelesaikan tantangan di level ini. Sesuatu yang tak terfikirkan saat saya menempuh game ini dulu. Satu diantara yang saya temukan adalah, menstimulasi kecerdasan matematika logis melalui DIY Toys yang kami jadikan challange ternyata menghantarkan saya untuk mempelajari apa itu meaningful learning. Konsep pembelajaran matematika melalui permainan ternyata mampu mengkonstruksi pengetahuan  berbasis pengalaman. Pembelajaran bermakna yang merupakan hasil dari proses pembelajaran ditandai oleh terjadinya proses menghubungkan aspek, konsep, informasi atau situasi baru dengan hal-hal yang relevan yang telah ada dalam struktur kognisi anak.

Secara umum pembelajaran Matematika sulit diterima oleh anak. Beberapa fenomena pun muncul antara lain: Pertama, banyak anak malas belajar Matematika hanya karena cara guru yang mengajar tidak sesuai dengan keinginan siswa. Kedua, anak selalu merasa bosan dalam belajar Matematika dan akibatnya hasil belajar Matematika tidak sesuai harapan. Ketiga, ada sebagian siswa berpendapat bahwa guru Matematika itu galak, dalam penyampaian materi tidak dapat menyampaikannya dengan menarik dan menyenangkan. Keempat, guru Matematika yang mengajar terlalu monoton bahkan cenderung kurang dapat berkomunikasi dengan anak sehingga suasana kelas menjadi kaku.

Untuk itu dalam FGD yang kami lakukan di Liga (peer group) ada beberapa catatang berharga yang bisa saya bagikan untuk merubah paradigma belajar matematika agar menyenangkan. Berikut adalah lima poin yang bisa saya simpulkan dari FGD agar mampu membuat pembelajaran matematika lebih menarik:

  1. Jadikan bahan belajar menjadi permainan menarik - Kegiatan belajar selain bisa menggunakan DIY Toys juga bisa memanfaatkan peralatan yang ada di sekitar kita, misal untuk belajar satuan tidak baku, bisa menggunakan gelas, sendok dan lain sebagainya. Juga bisa bermain tebak-tebakan.
  2. Belajar sesuai dengan kebutuhan anak - Ketika anak lebih terlibat dalam merancang pengalaman belajar mereka, mereka akhirnya memiliki pemahaman yang lebih baik tentang tujuan pelajaran dan lebih terikat pada hasil belajar. Ajukan kepada mereka pertanyaan terbuka, hari ini kita akan belajar tentang apa? dan beri mereka tugas yang akan memungkinkan mereka untuk merefleksikan dan mensintesis apa yang telah mereka pelajari.
  3. Learn how to learn - ini sudah pasti dong, belajar bagaimana cara belajar akan menentukan keberhasilan. Agar efektif perlu dibuat design pembelajaran yang mengacu kepada support systemnya.
  4. Pembelajaran dengan metode praktek dalam kehidupan sehari-hari - Pembelajaran yang aplikatif dengan aktivitas harian lebih menyenangkan dan membekas. Orang tua dapat mengajak anak melakukan penelitian di aktivitas harian, menunjukkan film dokumenter, mendengarkan podcast, atau bahkan mendorong mereka untuk 'menerbitkan' karya mereka.
  5. Perluas pengetahuan dengan memanfaatkan sumber daya - Pembelajaran menarik itu tatkala bisa melibatkan dan memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di sekitar kita, bisa dengan berkunjung ke perpustakaan, magang, atau pengamatan langsung.

Menemukan Kemampuan Anak, Agar Melesat Bagai Bintang di Angkasa

09.33 0

Sudah melihat video diatas bukan? Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh sempurna, baik rohani maupun jasmani. Adakalanya orang tua menutupi kekurangan fisik anak demi untuk melindunginya. Padahal sejatinya kekurangan fisik belum tentu menunjukkan kelemahan sang anak. Seperti pada video Nussa Rara, diatas.

Tidak hanya sebatas kekurangan fisik, seringkali orang tua langsung memberi cap ini kepada anak tanpa mau mengobservasinya lebih lanjut. Di balik setiap kekurangan anak pasti ada sebuah rahasia besar. Adalah tugas orang tua untuk memperkaya anak dengan wawasan, kegiatan dan gagasan untuk menguak rahasia besar tersebut. Sejatinya kekuarangan yang terlihat pada diri anak, itu ibarat tanaman yang belum berbuah. Oleh karena itu sebagai petani yang baik, orang tua harus menyediakan lahan dan saprotan agar benih-benih (baca anak) yang akan ditumbuhkan bisa optimal perkembangannya.

Angela Lee Duckworth, dalam bukunya Grit : The Power of Passion and Perseverance menyebutkan bahwa untuk meraih kesuksesan, ada dua hal mendasar yang mempengaruhi; minat dan ketekunan. Selama ini mungkin orang tua hanya fokus pada bakat dan kecerdasan anak saja, namun abai pada hal ini. Dalam buku tersebut, Duckworth menuliskan bahwa bakat x usaha = kemampuan, dan kemampuan x usaha  = pencapaian. Itu artinya memiliki grit.

Grit bukan sesuatu yang mutlak, grit dapat diciptakan dan dikembangkan sendiri dengan menerapkan empat aset sukses (interest, practice, purpose, hope). Orang tua perlu mendukung anak dan melakukan discovering ability agar dapat menghantarkan anak meraih predikat bintangnya. Karena setiap anak itu pribadi yang unik. 

Setiap anak memiliki kemampuan untuk mengolah pengalaman dan keahliannya untuk meraih kesuksesannya sendiri. Orang tua perlu mengenali keunikan ini agar tetap bisa menghargai dan mengakui dan menerima apapun kondisi anak, meski terlihat lemah di mata mereka.