Minggu, 30 Oktober 2016

Review NHW#2 Menjadi Ibu Profesional Kebanggaan Keluarga

20.00 0
Review Nice Home Work #2

✅📝CHECKLIST PEREMPUAN PROFESIONAL📝✅

Pertama yang akan kami katakan adalah SALUT untuk para bunda dan calon bunda peserta matrikulasi Ibu Profesional yang berhasil mengalahkan "rasa" berat untuk mengerjakan nice homework#2 ini. Kalau di Jawa ada pepatah  yang mengatakan Ojo kalah karo wegah" (Jangan mau kalah dengan rasa malas).  Karena sebenarnya kalau urusan membuat checklist profesionalisme ini bukan MAMPU atau TIDAK MAMPU melainkan MAU*atau *TIDAK MAU .

Terbukti teman-teman bisa melakukannya di tengah kesibukan yang luar biasa.


Kami sangat menghargai proses teman-teman membuat checklist profesionalisme ini. Mulai dari menanti-nanti jawaban dari suami dan anak bagi yang sudah berkeluarga, maupun melakukan kesungguhan bermain “andaikata aku menjadi istri dan ibu” bagi yang sedang dalam proses memantaskan diri membangun keluarga. Ada yang terkaget-kaget dengan banyaknya list jawaban dari suami dan anak-anak, ada juga yang bingung dengan jawaban dari para suami dan anak, karena terlalu sederhananya keinginan mereka terhadap kita, demi sebuah kebahagiaan.


KOMITMEN DAN KONSISTEN


Dua kata itulah yang akan menjadi kunci keberhasilan kita dalam membuat checklist profesionalisme ini. Buatlah komitmen setahap demi setahap, sesuai dengan kemampuan kita, kemudian belajar istiqomah, konsisten menjalankannya.


Konsistensi kita terhadap sebuah komitmen yang indikatornya kita susun sendiri, akan menjadi pondasi kita dalam menyusun *DEEP HABIT*yaitu kebiasaan-kebiasaan yang dibangun secara terus menerus untuk mendukung aktivitas yang membutuhkan fokus, ketajaman berpikir dan benar-benar krusial untuk hidup kita.
Selama ini disadari atau tidak banyak diantara kita memaknai aktivitas sehari-hari mendidik anak dan mengelola keluarga sebagai aktivitas  *Shallow Work*yaitu aktivitas yang dangkal, tidak fokus, penuh distraksi (gangguan-gangguan) sehingga tidak memunculkan perubahan besar dalam hidup kita, bahkan banyak yang cenderung bosan dengan kesehariannya.

Selama ini status-status dangkal yang terus mengalir di sosial media seperti Facebook (FB) ditambah puluhan notifikasi whatsapp (WA) sering membuat kita terjebak dalam shallow activities, kelihatan sibuk menghabiskan waktu, tetapi sebenarnya tidak memberikan hasil nyata bagi perubahan hidup kita.

Harapan kami dengan adanya Checklist Profesionalisme Perempuan ini, teman-teman akan lebih fokus dalam proses “peningkatan kualitas diri” kita sebagai perempuan, istri dan ibu.

Meski kita menggunakan media WA dan FB sebagai kendaraan belajar kita, tetapi kita bisa mengubah aktivitas yang dulunya masuk kategori SHALLOW WORK*menjadi *DEEP WORK (aktivitas yang memerlukan fokus, ketajaman berpikir sehingga membawa perubahan besar dalam hidup kita).


Untuk itu mari kita lihat kembali Checklist kita :

🍀1.Apakah kalimat-kalimat di checklist itu sudah spesifik? misal kalimat "akan mengurangi aktivitas gadget selama di rumah" akan lebih baik anda ganti dengan, setiap hari akan menentukan Gadget hours selama 2 jam.


🍀2.Apakah kalimat-kalimat di checklist  sudah terukur? misal "Menyelenggarakan aktivitas ngobrol di keluarga", akan lebih baik kalau diganti dengan " Sehari minimal menyelenggarakan 1 x family forum (ngobrol) di rumah bersama keluarga"


🍀3.Apakah checklist yang kita tulis mudah dikerjakan dengan tambahan sedikit usaha? Misal sehari akan membaca 2 buah buku tentang pendidikan? ukur diri kita apakah mungkin? karena selama ini sehari-harinya kita hanya bisa membaca paling banyak 10 halaman. Maka akan lebih baik kalau anda ganti. Membaca 15 lembar buku parenting setiap harinya.

Sesuatu yang terlalu susah diraih itu akan membuat kita stress dan akhirnya tidak mengerjakan apa-apa, tetapi sesuatu yang sangat mudah diraih itu akan membuat kita menyepelekan.

Kembali ke istilah jawa ini namanya gayuk...gayuk tuna (contoh kasus, kita mau ambil mangga di pohon yang posisinya tidak terlalu tinggi, tetapi cukup berusaha dengan satu lompatan, mangga itu akan bisa teraih. Tidak juga terlalu pendek, sambil jalan aja kita bisa memetik mangga tersebut. Biasanya jadi tidak menghargai proses)


🍀4. Apakah tantangan yang kita tulis di checklist ini merupakan tantangan-tantangan yang kita hadapi sehari-hari? misal anda adalah orang yang susah disiplin selama ini. maka sangat pas kalau di checklist anda tulis, akan berusaha tepat waktu di setiap mendatangi acara IIP baik offline maupun online. Jadi jelas memang akan menyelesaikan tantangan yang ada selama ini.


🍀5. Berikan batas waktu pada proses latihan ini di checklist. Misal akan membaca satu buku satu minggu selama bulan November. Akan belajar tepat waktu selama 1 bulan pertama mulai November 2016.
Kelima hal tersebut di atas akan memudahkan kita pada proses evaluasi nantinya.
Silakan teman-teman  lihat  kembali checklist masing-masing. Kita akan mulai melihat seberapa bekerjanya checklist itu untuk perkembangan diri kita.

Silakan di print out, dan ditempel di tempat yang kita lihat setiap hari.
Ijinkan suami dan anak-anak memberikan penilaian sesuai dengan yang kita tentukan. Andaikata tidak ada yang mau menilai, maka diri andalah yang paling berhak menilai perkembangan kita.

Berusaha JUJUR kepada diri sendiri.

Salam Ibu Profesional,


/Septi Peni Wulandani/

Sumber Bacaan :
Deep Work, Cal Newport, E book, akses 30 Oktober 2016

Materi “MENJADI IBU PROFESIONAL” program Matrikulasi IIP, batch #2, 2016

Hasil Nice Home Work #2, peserta program Matrikulasi IIP batch #2, 2016

Jumat, 28 Oktober 2016

#NHW 2 Menjadi Ibu Profesional, Kebanggaan Keluarga

06.19 0
Kali ini saya tiba di materi kedua di Kelas Matrikulasi Ibu Profesional. Dan seperti biasa ada NHWnya, NHW #2 ini benar-.benar penguatan dari NHW Adab Menuntut Ilmu yg sdh sy kumpulkan pekan lalu. NHW di Materi Menjadi Ibu Profesional, Kebanggaan Keluarga  ini berisi checklist indikator yang harus saya susun agar bisa menjadi seorang Ibu Profesional. Semacam goal setting yg harus saya rumuskan sebelum bersiap menerima materi selanjutnya. Sehingga harapannya dari NHW #1 ke NHW-NHW berikutnya saling berkaitan, dengan harapan di penghujung waktu kelas Matrikulasi nanti saya akan berubah menjadi seorang ibu yang lebih baik, kalaupun masih jauh dari definisi profesional, he...he...he...
Berikut saya tulis ulang tugas yang harus saya rumuskan


📚NICE HOME WORK #2📚

Bunda, setelah memahami tahap awal menjadi Ibu Profesional, Kebanggaan Keluarga. Pekan ini kita akan belajar membuat

📝✅CHECKLIST INDIKATOR PROFESIONALISME PEREMPUAN”✅📝
a. Sebagai individu
b. Sebagai istri
c. Sebagai ibu

Buatlah indikator yg kita sendiri bisa menjalankannya. Buat anda yang sudah berkeluarga, tanyakan kepada suami, indikator istri semacam apa sebenarnya yang bisa membuat dirinya bahagia, tanyakan kepada anak-anak, indikator ibu semacam apa sebenarnya yang bisa membuat mereka bahagia.Jadikanlah jawaban-jawaban mereka sebagai referensi pembuatan checklist kita.

Buat anda yang masih sendiri, maka buatlah indikator diri dan pakailah permainan “andaikata aku menjadi istri” apa yang harus aku lakukan, “andaikata kelak aku menjadi ibu”, apa yang harus aku lakukan.
Kita belajar membuat "Indikator" untuk diri sendiri.

 Kunci dari membuat Indikator kita singkat menjadi SMART yaitu:
- SPECIFIK (unik/detil)
- MEASURABLE (terukur, contoh: dalam 1 bulan, 4 kali sharing hasil belajar)
- ACHIEVABLE (bisa diraih, tidak terlalu susah dan tidak terlalu mudah)
- REALISTIC (Berhubungan dengan kondisi kehidupan sehari-hari)
- TIMEBOND ( Berikan batas waktu)


Checklist yang saya buat ini nantinya masih berhubungan erat dengan NHW #1 saya, yakni ingin belajar ilmu di jurusan Ibu Profesional, maka sesuai dengan disiplin ilmu yang ingin saya pelajari saya harus membuat checklist ini. Nah sebelum membuat checklist profesionalisme perempuan yang menjadi inti dari NHW #2 kali ini, maka saya harus beralih profesi dulu menjadi seorang “mamarazi” dengan tupoksi mengumpulkan dan menggali bahan dari keluarga tercinta.

Pertama-tama adalah dengan tazkiyatun nafs dan muhasabah diri. Menggali segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri saya untuk kemudian membuat sebuah strategi untuk mengembangkan kelebihan dan meminimalisir kekurangan dan menutupinya dengan senantiasa mencari ilmu agar bisa berubah menjadi hamba Allah yang lebih baik. Dalam muhasabah ini saya juga melibatkan anak dan suami dengan cara menggali apa yang mereka inginkan dari ibunya ini.
Tugas kali ini mengingatkan saya saat masa ta’aruf dengan calon suami belasan tahun yang lampau. Teringat di memori saya ketika kami saling bertukar informasi melalui surel, ada satu pertanyaan yang saya tanyakan kepada beliau, “istri seperti apa yang engkau inginkan?” dan jawaban beliau sangat teoritis, “yang saya inginkan adalah seorang istri yang menerima saya apa adanya”. Wah.....sebuah jawaban yang masih mengandung berjuta makna.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, melalui interaksi yang intens, tentunya setelah kami resmi menikah, saya bisa memahami apa yang beliau maksudkan. Suami saya seorang yang low profile, gak neko-neko, bahkan cenderung konservatif, dan sangat menerima saya apa adanya lengkap dengan segala kekurangannya. Beliau adalah seorang yang sangat menginginkan istrinya mandiri baik secara finansial maupun hal-hal remeh lainnya. Beliau adalah orang yang ringan untuk membantu pekerjaan rumah tangga, karena yang beliau inginkan adalah rumah yang rapi dan bersih, dan disinilah saya merasa lemah, he...he....he...Kadang sampai malu karena melihat suami harus menyeterika baju sendiri (ups...buka rahasia).

Suami saya adalah seorang yang sangat perhatian untuk urusan pendidikan anak-anak, meskipun waktu beliau bersama mereka sangat terbatas. Sejak anak-anak kecil beliau turut serta membantu mengurus mereka mulai dari memandikan, bermain dan menyuapi.

Audatul Banna anak pertama kami sekarang tumbuh menjadi gadis remaja dengan kepribadian yang sangat mirip ayahnya. Apa mungkin karena sangking dekatnya hubungan mereka berdua ya? Mirip sekali dengan ayahnya yang menghendaki rumah yang bersih dan rapi. Perlu diketahui kami tinggal di sebuah rumah tua yang jauh dari kesan rumah tinggal yang indah dan nyaman (#alasan). Kini anak pertama kami tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang juga menginginkan ibunya ini menjadi teman yang baik.

Anak kedua saya Abdulloh Nurissahal seorang yang supel dan mempunyai empati yang sangat tinggi, menginginkan ibunya ini untuk ramah dan murah seyum kepada siapa saja. Karena menurutnya ibunya ini selalu berwajah serius, terutama ketika sedang fokus terhadap suatu pekerjaan. Sedangkan Abdurrohman Aliyurridho, si bungsu yang calon tentara, ingin memiliki ibu yang shaleha. Maksudnya dia meginginkan ibu yang pandai di segala bidang. Mashaa Allah. Ketiga anak saya sepakat bahwa mereka menginginkan seorang ibu yang rajin, ramah, hangat, pintar, dan bisa menjadi teman yang baik seperti ibu mereka yang sekarang. Alhamdulillah, sekarang tinggal ibunya bagaimana bisa menyusun strategi agar keinginan mereka tercapai.

Setelah merasa cukup mengumpulkan bahan dan data, kini tiba saatnya saya harus menyusun checklist yang berisi tahapan apa harus saya lakukan berikut dengan indikator kesuksesannya. Agar lebih mudah untuk dievaluasi dan diingat maka checklistnya saya sajikan dalam bentuk tabel berikut:


Semoga menjadi ladang amal bagi saya untuk terus bertumbuh menjadi seorang wanita yang profesional. Aamiin


Kamis, 27 Oktober 2016

Kumpulan Materi Pokok Komunitas HEbAT

05.46 0
Ini dia oleh-oleh saya setelah mengikuti kelas Matrikulasi di komunitas HEbAT. Sepuluh materi pokok yang telah menghantarkan saya untuk memahami ilmu parenting sesuai fitrah dan bakat anak. Komunitas Home Education basic Akhlak dan Talent (HEbAT) adalah komunitas yang mempunyai kegiatan baik secara online maupun offline berupa diskusi di WAG, berbagi dan menginspirasi dimulai dari konsep pendidikan berbasis potensi dan akhlak sampai kepada praktek dan menjalin kerjasama jaringan di lapangan.

Kekuatan konsep pendidikan berbasis potensi ini ada di keluarga dan jaringan komunitas, baik untuk pemagangan, keteladanan maupun kemandirian. Dengan SME utama Ustad Adriano Rusfi, beserta dua orang SME tetap Bapak Harry Santosa (founder MLC sekaligus praktisi HE sejak 1994) dan Ibu Septi Peni Wulandani (founder IIP sekaligus praktisi HE sejak 1996). Juga akan ada beberapa narasumber tamu.

Nah berikut ini silakan dibuka link download berikut ya.

Menjdi Ibu Profesional Kebanggaan Keluarga (Session II Kelas Matrikulasi IIP)

05.21 0
🙋MENJADI IBU PROFESIONAL, KEBANGGAAN KELUARGA🙋

Apa kabar bunda dan calon bunda peserta matrikulasi IIP batch #2? Pekan ini kita akan belajar bersama
a. Apa Itu Ibu Profesional?
b. Apa itu Komunitas Ibu Profesional?
c. Bagaimana tahapan-tahapan untuk menjadi Ibu Profesional?
d. Apa saja indikator keberhasilan seorang Ibu Profesional?

🍀APA ITU IBU PROFESIONAL?

Kita mulai dulu dengan mengenal kata IBU ya. Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia Ibu itu memiliki makna 1 perempuan yang telah melahirkan seseorang; 2 sebutan untuk perempuan yang sudah bersuami;3 panggilan yang takzim kepada perempuan baik yang sudah bersuami maupun yang belum; 4 bagian yang pokok (besar, asal, dan sebagainya): -- jari; 5 yang utama di antara beberapa hal lain; yang terpenting: -- negeri; -- kota;

Sedangkan kata PROFESIONAL, memiliki makna 1 bersangkutan dengan profesi; 2 memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya: ia seorang juru masak --;
Berdasarkan dua makna tersebut di atas, maka IBU PROFESIONAL adalah seorang perempuan yang :

a. Bangga akan profesinya sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya.
b.Senantiasa memantaskan diri dengan berbagai ilmu, agar bisa bersungguh –sungguh mengelola keluarga dan mendidik anaknya dengan kualitas yang sangat baik.

🍀APA ITU KOMUNITAS IBU PROFESIONAL?

Adalah forum belajar bagi para perempuan yang senantiasa ingin meningkatkan kualitas dirinya sebagai seorang ibu, istri dan sebagai individu.

🍀MISI KOMUNITAS IBU PROFESIONAL

1.Meningkatkan kualitas ibu dalam mendidik anak-anaknya, sehingga bisa menjadi
guru utama dan pertama bagi anaknya.
2. Meningkatkan kualitas ibu dalam mengelola rumah tangga dan keluarganya
sehingga menjadi keluarga yang unggul.
3. .Meningkatkan rasa percaya diri  ibu dengan cara senantiasa berproses menemukan misi spesifik hidupnya di muka bumi ini. Sehingga  ibu bisa produktif dengan bahagia, tanpa harus meninggalkan anak dan keluarganya
4. Meningkatkan peran ibu menjadi "change agent" (agen pembawa perubahan), sehingga keberadaannya akan bermanfaat bagi banyak orang.


🍀VISI KOMUNITAS IBU PROFESIONAL

Menjadi komunitas pendidikan perempuan Indonesia yang unggul dan profesional sehingga bisa berkontribusi kepada negara ini dengan cara membangun peradaban bangsa dari dalam internal keluarga.


🍀BAGAIMANA TAHAPAN-TAHAPAN MENJADI IBU PROFESIONAL?

Ada 4 tahapan yang harus dilalui oleh seorang Ibu Profesional yaitu :
a. Bunda Sayang
Ilmu-ilmu untuk meningkatkan kualitas ibu dalam mendidik anak-anaknya, sehingga bisa menjadi guru utama dan pertama bagi anak-anaknya

b. Bunda Cekatan
Ilmu-ilmu untuk meningkatkan kualitas ibu dalam mengelola rumah tangga dan keluarganya sehingga menjadi keluarga yang unggul.

c. Bunda Produktif
Ilmu-ilmu untuk meningkatkan rasa percaya diri  ibu, dengan cara senantiasa berproses menemukan misi spesifik hidupnya di muka bumi ini. Sehingga  ibu bisa produktif dengan bahagia, tanpa harus meninggalkan anak dan keluarganya

d. Bunda Shaleha
Ilmu-ilmu untuk meningkatkan peran ibu sebagai agen pembawa perubahan di masyarakat, sehingga keberadaannya bermanfaat bagi banyak orang.

🍀APA INDIKATOR KEBERHASILAN IBU PROFESIONAL?

“Menjadi KEBANGGAAN KELUARGA”

Kalimat di atas adalah satu indikator utama keberhasilan seorang Ibu Profesional. Karena  anak-anak dan suami kitalah yang paling berhak pertama kali mendapatkan ibu dan istri yang terbaik di mata mereka.

Maka yang perlu ditanyakan adalah sbb :

BUNDA SAYANG
a. Apakah anak-anak semakin senang dan bangga dididik oleh ibunya?
b. Apakah suami semakin senang dan bangga melihat cara istrinya mendidik anak-anak, sehingga keinginannya terlibat dalam pendidikan anak semakin tinggi?
c. Berapa ilmu tentang pendidikan anak yang kita pelajari dalam satu tahun ini?
d. Berapa ilmu yang sudah kita praktekkan bersama anak-anak?

BUNDA CEKATAN
a. Apakah manajemen pengelolaan rumah tangga kita menjadi semakin baik?
b.Apakah kita sudah bisa meningkatkan peran kita di rumah? Misal dulu sebagai “kasir” keluarga sekarang menjadi “manajer keuangan keluarga”.
c.Berapa ilmu tentang manajemen rumah tangga yang sudah kita pelajari dalam satu tahun ini?
d.Berapa ilmu yang sudah kita praktekkan dalam mengelola rumah tangga

BUNDA PRODUKTIF
a. Apakah kita semakin menemukan minat dan bakat kita?
b. Bagaimana cara kita memperbanyak jam terbang di ranah minat dan bakat kita tersebut?
c. Apakah kita merasa menikmati (enjoy), mudah (easy), menjadi yang terbaik (excellent) di ranah minat dan bakat kita ini?
d. Bagaimana cara kita bisa produktif dan atau mandiri secara finansial tanpa harus meninggalkan anak dan keluarga?

BUNDA SHALEHA
a. Nilai-nilai apa saja yang kita perjuangkan dalam hidup ini?
b. Apa yang ingin kita wariskan di muka bumi ini, yang tidak akan pernah mati ketika kita tiada?
c. Program berbagi apa yang akan kita jalankan secara terus menerus?
d. Apakah kita merasa bahagia dengan program tersebut?

Selamat berproses menjadi Ibu Profesional, dan nikmatilah tahapan-tahapan belajar yang bunda dan calon bunda rasakan selama mengikuti program pendidikan di Ibu Profesional ini dengan segenap kesungguhan

Seperti pesan pak Dodik ke saya untuk meyakinkan beliau tentang pentingnya kesungguhan menjadi seorang Ibu sbb:
“Bersungguh-sungguhlah kamu di dalam, maka kamu akan keluar dengan kesungguhan itu, tidak ada hukum terbalik” -Dodik Mariyanto

Salam Ibu Profesional


/Septi Peni dan Tim Matrikulasi Ibu Profesional/

📚SUMBER BACAAN:
Kamus Besar Bahas Indonesia, Edisi keempat, Balai Pustaka, Jakarta, 2008
Hei, Ini Aku Ibu Profesional, Leutikaprio, cetakan 1, 2012
Bunda Sayang, Seri Ibu Profesional, Gaza Media, cetakan 1, 2013
Bunda Cekatan, Seri Ibu Profesional, Gaza Media, cetakan 1, 2014
Bunda Produktif, Catatan Ikhtiar Menjemput Rizki, Seri Ibu Profesional, J&J Publishing, cetakan 1, 2015                       


📚NICE HOME WORK #2📚

Bunda, setelah memahami tahap awal menjadi Ibu Profesional, Kebanggaan Keluarga. Pekan ini kita akan belajar membuat

📝✅“CHECKLIST INDIKATOR PROFESIONALISME PEREMPUAN”✅📝
a. Sebagai individu
b. Sebagai istri
c. Sebagai ibu

Buatlah indikator yg kita sendiri bisa menjalankannya. Buat anda yang sudah berkeluarga, tanyakan kepada suami, indikator istri semacam apa sebenarnya yang bisa membuat dirinya bahagia, tanyakan kepada anak-anak, indikator ibu semacam apa sebenarnya yang bisa membuat mereka bahagia.Jadikanlah jawaban-jawaban mereka sebagai referensi pembuatan checklist kita.

Buat anda yang masih sendiri, maka buatlah indikator diri dan pakailah permainan “andaikata aku menjadi istri” apa yang harus aku lakukan, “andaikata kelak aku menjadi ibu”, apa yang harus aku lakukan.
Kita belajar membuat "Indikator" untuk diri sendiri.

 Kunci dari membuat Indikator kita singkat menjadi SMART yaitu:
- SPECIFIK (unik/detil)
- MEASURABLE (terukur, contoh: dalam 1 bulan, 4 kali sharing hasil belajar)
- ACHIEVABLE (bisa diraih, tidak terlalu susah dan tidak terlalu mudah)
- REALISTIC (Berhubungan dengan kondisi kehidupan sehari-hari)
- TIMEBOND ( Berikan batas waktu)

Minggu, 23 Oktober 2016

Resep Tahu Tuna Pacitan yg Legendaris

23.28 0


Bahan-bahan yang perlu dipersiapkan antara lain:
300 gram tahu putih
200 gram ikan tuna tanpa duri, giling
3 sdm tepung terigu
2 sdm tepung sagu
1 batang daun bawang, rajang halus
2 siung bawang putih, haluskan
1 sdt garam
1/2 sdt merica bubuk
1/2 sdt gula pasir
minyak goreng

Bahan pelengkap lainnya:
cabai rawit hijau/merah
saus tomat/cabe/mayonaise


Cara membuat tahu tuna:
Pertama-tama potonglah tahu dengan bentuk kotak berukuran 7 x 5 cm atau sesuai keinginan, kemudian beri lubang pada bagian tengah tahu dengan cara mengeruknya dengan sendok.
Buatlah adonan dengan memasukkan dalam sebuah wadah dengan ikan tuna, tepung terigu, tepung sagu, hasil kerokan tahu sebelumnya, daun bawang, bawang putih, merica, garam dan gula pasir, lalu campur rata dengan menggunakan tangan supaya semua bahan dapat tercampur dengan rata.
Ambil 1 buah tahu, kemudian masukkan sekitar 1 sdt adonan ikan tuna ke dalam tahu yang telah dikerok tadi. Lakukanlah hingga tahu yang telah dikerok maupun adonannya habis.
Panaskan minyak kemudian goreng tahu tuna yang telah jadi hingga berwarna kecoklatan dan matang. Angkatlah, dan tahu tuna siap untuk disajikan dengan ditemani saus tomat atau cabai rawit.

Apabila anda tidak mau repot-repot, anda dapat membeli tahu isi bakso ikan tuna kepada kami. Ambil HP silakan hubungi 087858054959 (WAavailable)
bisa juga order via inbox di sini

Review NHW #1 Adab Menuntut Ilmu

21.07 0
📚ADAB SEBELUM ILMU📚

Disusun oleh  Tim Matrikulasi Institut Ibu Profesional

Apa kabar bunda dan calon bunda peserta Matrikulasi IIP Batch #2?
Tidak terasa sudah 1 pekan kita bersama dalam forum belajar ini. Terima kasih untuk seluruh peserta yang sudah “berjibaku” dengan berbagai cara agar dapat memenuhi “Nice Homework” kita. Mulai dari yang bingung mau ditulis dimana, belum tahu caranya posting  sampai dengan hebohnya dikejar deadline:). Insya Allah kehebohan di tahap awal ini, akan membuat kita semua banyak belajar hal baru, dan terus semangat sampai akhir program.

Di NHW#1 ini, tidak ada jawaban yang benar dan salah, karena kita hanya diminta untuk fokus pada ilmu-ilmu yang memang akan kita tekuni di Universitas Kehidupan ini. Yang diperlukan hanya dua yaitu FOKUS dan PERCAYA DIRI. Jangan sampai saat kuliah dulu kita salah jurusan, bekerja salah profesi, sekarang mengulang cara yang sama saat menapaki kuliah di universitas  kehidupan, tapi mengaharapkan hasil yang berbeda. Kalau pak Einstein menamakan hal ini sebagai “INSANITY”

INSANITY : DOING THE SAME THINGS OVER AND OVER AGAIN,AND EXPECTING DIFFERENT RESULT - Albert Einstein

Setelah kami cermati , ada beberapa peserta yang langsung menemukan jawabannya karena memang sehari-hari sudah menggeluti hal tersebut. Ada juga yang masih mencari-cari, karena menganggap semua ilmu itu penting.

Banyak diantara kita menganggap semua ilmu itu penting tapi lupa menentukan prioritas. Hal inilah yang menyebabkan hidup kita tidak fokus, semua ilmu ingin dipelajari, dan berhenti pada sebuah “kegalauan” karena terkena “tsunami informasi”. Yang lebih parah lagi adalah munculnya penyakit “FOMO” (Fear of Missing Out), yaitu penyakit ketakutan ketinggalan informasi. Penyakit ini juga membuat penderitanya merasa ingin terus mengetahui apa yang dilakukan orang lain di media sosial. FOMO ini  biasanya menimbulkan penyakit berikutnya yaitu”NOMOFOBIA”, rasa takut berlebihan apabila kehilangan atau hidup tanpa telepon seluler pintar kita.

Matrikulasi IIP batch#2 ini akan mengajak para bunda untuk kembali sehat menanggapi sebuah informasi online. Karena sebenarnya sebagai peserta kita hanya perlu komitmen waktu 2-4 jam per minggu saja, yaitu saat diskusi materi dan pembahasan review,  setelah itu segera kerjakan NHW anda, posting dan selesai, cepatlah beralih ke kegiatan offline lagi tanpa ponsel atau kembali ke kegiatan online dimana kita fokus pada informasi seputar jurusan ilmu yang kita ambil. Hal tersebut harus diniatkan sebagai investasi waktu dan ilmu dalam rangka menambah jam terbang kita.
Katakan pada godaan ilmu/informasi yang lain yang tidak selaras dengan jurusan yang kita ambil, dengan kalimat sakti ini :

MENARIK, TAPI TIDAK TERTARIK

Apa pentingnya menentukan jurusan ilmu dalam universitas kehidupan ini?

JURUSAN ILMU YANG KITA TENTUKAN DENGAN SEBUAH KESADARAN TINGGI DI UNIVERSITAS KEHIDUPAN INI, AKAN MENDORONG KITA UNTUK MENEMUKAN PERAN HIDUP DI MUKA BUMI INI

Sebuah alasan kuat yang sudah kita tuliskan  kepada pilihan ilmu tersebut, jadikanlah sebagai bahan bakar semangat kita dalam menyelesaikan proses pembelajaran kita di kehidupan ini.

Sedangkan strategi yang sudah kita susun untuk mencapai ilmu tersebut adalah cara/kendaraan yang akan kita gunakan untuk mempermudah kita sampai pada tujuan pencapaian hidup dengan ilmu tersebut.

Sejatinya,

SEMAKIN KITA GIAT MENUNTUT ILMU, SEMAKIN DEKAT KITA KEPADA SUMBER DARI SEGALA SUMBER ILMU, YAITU “DIA” YANG MAHA MEMILIKI ILMU

Indikator orang yang menuntut ilmu dengan benar adalah terjadi perubahan dalam dirinya menuju ke arah yang lebih baik. 

Tetapi di  Institut Ibu Profesional ini, kita bisa memulai perubahan justru sebelum proses menuntut ilmu. Kita yang dulu sekedar menuntut ilmu, bahkan menggunakan berbagai cara kurang tepat, maka sekarang berubah ke Adab menuntut ilmu yang baik dan benar, agar keberkahan ilmu tersebut mewarnai perjalanan hidup kita.

MENUNTUT ILMU ADALAH PROSES KITA UNTUK MENINGKATKAN KEMULIAAN HIDUP, MAKA CARILAH DENGAN CARA-CARA YANG MULIA

Salam Ibu Profesional,


/Septi Peni Wulandani/

Sumber Bacaan :
Hasil Penelitian “the stress and wellbeing” secure Envoy, Kompas, Jakarta, 2015

Materi “ADAB MENUNTUT ILMU” program Matrikulasi IIP, batch #2, 2016

Hasil Nice Home Work #1, peserta program Matrikulasi IIP batch #2, 2016

Renungan Orang Tua

20.57 0
Ada banyak cerita tentang anak kita, ada cerita indah dan sebaliknya. Cerita tentang anak anak sukses di dunia dan bahkan mungkin di akhirat adalah bukanlah selalu cerita anak yang hebat sejak dini atau di"hebat"kan orangtuanya sejak usia dini. Sepanjang kisah hidup anak anak ini bahkan nampak berantakan dan tidak selalu seindah dan sehebat yang kita bayangkan.
Kadang bahkan itu adalah cerita tentang anak yang nampak aneh, nakal, susah diatur, tidak fokus, menyebalkan, berkali kali berbuat kesalahan dan mengecewakan, perilaku yang tidak menggembirakan dstnya. Kadang bahkan itu cerita tentang orangtua yang kadang kebingungan dan frustasi.

Namun bagi orangtua di balik kisah sukses itu, semua perilaku itu hanyalah pertanda dan pola. Mereka memandang dengan penuh empati bahwa semua kenakalan dan keburukan perilaku anaknya itu adalah jeritan jiwa, kegelisahan bathin, luapan emosi, energi potensi dsbnya yang tak menemui jalan keluar.

Bagi orangtua di balik kisah sukses anaknya, itu semua bukan berujung kepada hukuman, tekanan lebay dstnya namun dipahami dengan penuh syukur dan penuh empati mendalam sehingga Allah berikan hikmah yang banyak untuk membuka tabir hati, melihat pola dan titik tumpu kesadaran fitrah kemudian Allah tunjuki kepada jalan hehat terbaik untuk mengembalikan dan membangkitkan fitrah anak menuju peran terbaiknya.

Orangtua dibalik kisah sukses anaknya itu sama seperti kita. Dulu merekapun tak bisa melihat akhir. Bagaimana mereka bisa melihat saat ketika sebiji benih fitrah yang kecil atau sebuah pohon kecil yang nampak lemah kelak akan menjadi pohon yang besar menjulang ke langit yang cabangnya rimbun dan buahnya lebat memberi manfaat kepada alam dan kehidupan sekitarnya?

Namun para orangtua dibalik kisah sukses anak anaknya itu ada kesederhanaan dan kebersahajaan di hadapan Allah Sang Murobby sejati bagi anak anaknya, ada kesyukuran yang luarbiasa akan cahaya fitrah anak anaknya, ada keyakinan dan keimanan penuh bahwa Maha Suci Allah dari kesia siaan ciptaannya, keoptimisan tak bertepi bahwa kelak anak anaknya akan memiliki jalan hebat dan peran peran terbaik peradabannya untuk memenuhi maksud penciptaannya sebagai Hamba Allah dan Khalifah Allah di muka bumi.

Mari berani menjadi arsitek peradaban bagi anak anak kita, sesungguhnya baiknya peradaban di mulai dari rumah rumah kita dan di jamaah dan komunitas kita..
Salam Pendidikan Peradaban

#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Pendidikan Karakter dalam perspektif Pendidikan berbasis Fitrah

20.54 0

Sampai hari ini walau banyak sekolah dengan bangga menyebut sekolahnya sebagai tempat mendidik karakter, namun sebenarnya mereka masih bingung apa sebenarnya definisi karakter. Mereka umumnya sibuk pada How dan What, namun tidak pernah bergerak ke Why.
Ketika ditanyakan apakah karakter itu dilahirkan (nature) atau dibentuk (nurture)? Maka hampir semuanya merasa ragu dan tidak yakin menjawabnya. Misalnya jika ada anak yang sejak kecil suka bersih bersih atau suka mengatur, apakah itu karakter? Jika itu disebut karakter, berarti karakter dilahirkan, lalu mengapa ada istilah membentuk karakter?
Jika semua karakter bisa dibentuk mengapa riset riset memperlihatkan bayi sudah memiliki moralitas bahkan spiritualitas sejak usia 3 bulan. Mengapa 1000 orang ditraining kepemimpinan sampai advance, namun hanya yang sejak kecil berbakat pemimpin yang akan mampu memimpin jauh lebih baik? Mengapa 1000 orang ditraining Photoshop sampai mahir, lalu hanya segelintir saja yang mampu mendesain dengan kreatif?
Pertanyaan kemudian menjadi meluas, apakah bayi lahir sudah bermoral? Apakah mendidik anak menjadi shalih lebih mudah daripada mendidik anak menjadi jahat? Apakah ada karakter yang dilahirkan dan ada karakter yang dibentuk?
Mari kita lihat studi kasus di bawah ini, kemudian kita bisa mengambil kesimpulan mengapa dan bagaimana pendidikan karakter itu sejatinya.
Studi Kasus
Banyak sekolah atau banyak keluarga homeschooling menetapkan beberapa Value atau Nilai Nilai di dalam lembaganya. Beberapa Value ini misalnya terkait keimanan, kecerdasan, kedisplinan atau kemandirian dll. Mereka kemudian membrekadown masing masing value atau nilai itu menjadi beberapa level derivasinya dan menetapkan indikatornya untuk setiap jenjang usia.
Umumnya, indikator yang dibuat adalah checklist "anak mampu...." dan checklist "anak paham bahwa..."
Kompetensi tanpa Kegiatan
Dalam ranah pendidikan seringkali kita dengar kata kata, "bagaimana menanamkan nilai nilai", bagaimana mengadabkan anak dll. Lalu sayangnya di tataran praktis, kata "bagaimana" ini kemudian berwujud pada kumpulan check list "anak mampu..." atau "anak paham...". Kita sering terjebak pada mengilmui tanpa mengalami.
Kata "mampu" dan "paham" seringkali bukan berwujud kegiatan atau bukan diperoleh sebagai hikmah dari suatu aktifitas, tetapi penjelasan semata.
Misalnya anak mampu menjelaskan bahwa naik gunung itu perlu ketabahan, tolong menolong, kepemimpinan dstnya. Misal lainnya adalah anak memahami bahwa pemimpin itu harus adil, empati, dsbnya. Misal lainnya, anak memahami bahwa adab menuntut ilmu adalah respek pada ulama, mengimplementasikan ilmu dsbnya.
Lalu semua itu hanya berupa pengetahuan yang disampaikan, lalu anak anak menghafalnya dan pandai menjawab ketika ujian tiba. Kemudian kita bangga melihat deretan nilai nilai.
Jadi walaupun kita paham ada panduan "Adab sebelum Ilmu", semua pada akhirnya dibawa ke ranah Ilmu atau pengetahuan. Padahal Adab itu diperoleh dengan hikmah dari sebuah kegiatan yang dirancang agar anak anak betul betul antusias menjalankannya, kemudian hikmah diperoleh dari kegiatan itu sebagai pengalaman berharga yang berkesan sepanjang hayat.
Bisa dibayangkan jika anak anak mampu menjelaskan atau mampu melakukan ulang, lalu anak anak memahami 100% namun tidak pernah merasakan dan mengalaminya langsung dalam keseharian, maka benar benar akan muncul manusia yang ilmunya banyak namun tak beradab karena tidak memiliki hikmah dimana hikmah hanya diperoleh dengan mensyukuri diri dan lingkungan melalui pengalaman.
Begitulah turunnya alQuran memberikan hikmah luarbiasa. AlQuran turun ayat demi ayat sesuai peristiwa yang dialami Nabi SAW dan para Sahabat, sehingga adab terbangun dari pensikapan mereka atas peristiwa yang terjadi, bukan sekedar Nabi SAW membacakan lalu para Sahabat menghafalnya.
Ketika para Sahabat ditanya mengapa hafalan mereka amat lambat bertambah, mereka pun mengatakan, "kami tidak menambah hafalan kami sampai kami mengamalkan apa yang telah kami hafalkan"
Sungguh anak anak kita memerlukan kegiatan hebat yang menginteraksikan fitrahnya dengan alam dan kehidupan nyata serta tadabur ayat Qouliyah agar mereka memperoleh hikmah hikmah yang mendalam sehingga menjadi Adab yang muncul dari dalam jiwa mereka (intrinsic motivation atau niat yang kuat)
Berkegiatan adalah fitrah manusia. Dan fitrah manusia memerlukan interaksi pengalaman dengan alam dan kehidupan agar tumbuh paripurna. Ingat bahwa antusia dan ghairah tidak bisa ditumbuhkan dengan pembiasaan dan stimulus.
Kompetensi tanpa Potensi ( "Mampu" tanpa "Mau")
Selain berkegiatan, hal yang penting untuk membangun karakter adalah menemukan "mau" atau potensi dari anak anak kita. Tentu saja "mau" atau "potensi" yang berangkat dari sifat produktif. Menemukan "mau" anak kita adalah menyadari bahwa manusia bukan mesin yang bisa dipaksa bekerja serta bukan komputer yang bisa dijejalkan data.
Munculnya generasi yang hanya menjadi human thinking dan human doing bukan human being (insan kamil) adalah karena banyak sistem pendidikan hanya fokus pada bagaimana anak bisa dan mampu bukan apakah anak mau selaras potensi fitrahnya.
Karena tidak pernah berempati pada "mau" atau "potensi fitrah" anak seperti keunikan anak atau fitrah bakat maka umumnya kompetensi sering mengabaikan unsur fitrah.
Umumnya kompetensi didefinisikan sebagai A.S.K (Attitude, Skill, Knowledge) semata. Dalam profesi atau karir semestinya kompetensi itu meliputi T.A.S.K (Talent, Attitude, Skill, Knowledge), dalam skala yang lebih manusiawi harus meliputi semua aspek fitrah bukan hanya talent.
Jika abai terhadap fitrah, maka sudah bisa diduga bahwa metode yang digunakan adalah behaviorism seperti drilling, pembiasaan (conditioning), iming iming dan pemaksaan (reward n punishment), rangsangan (stimulus) dsbnya. Ujung ujungnya muncul menjadi check list bisa dan mampu yang pro cognitive semata.
Banyak sekolah atau keluarga karena juga masih akademik oriented bukan fitrah oriented, sehingga sangat sulit mengangkat "mau anak" atau "potensi fitrah anak" sebagai basis membangun moral karakter ( jujur, berani, mandiri, amanah dll).
Padahal kita tahu bahwa moral karakter akan menguat ketika anak anak dibantu untuk tumbuh sesuai potensi fitrahnya. Anak yang mengenal potensi dirinya dengan baik atau "kutahu yang kumau" lalu difasilitasi untuk dikembangkan potensinya itu sehingga menjadi performance character akan jauh lebih mudah untuk dibangun moral karakternya.
Di masa Nabi SAW, potensi para Sahabat dikenali dan dihargai dengan baik, kemudian penugasan penugasan senantiasa selaras dengan potensi unik mereka masing masing sehingga menjadi kinerja terbaik. Kita tidak pernah melihat Umar bin Khattab RA ditugaskan menjadi panglima perang, Abdurrahman bin Auf RA menjadi pencatat hadits, Abu Hurairah RA sebagai pencari dana, Abu Bakar RA sebagai duta atau delegator dsbnya.
Potensi unik inilah yang kita sebut dengan fitrah bakat atau karakter kinerja, dimana manusia akan hebat kinerjanya jika apa yang dilakukannya relevan dengan potensi unik dirinya atau potensi fitrahnya.
Performance Character vs Moral Character
Dalam Islam ada 2 tema pusat dalam mendidik yaitu Fitrah dan Adab. Pendidikan yang seimbang antara fitrah dan adab akan melahirkan generasi yang hebat perannya dan mulia adabnya.
Jika potensi fitrah ditumbuhkan maka kelak akan menjadi Peran terbaik dan produktif, inilah karakter kinerja (performance character). Karakter kinerja ini amat terkait dengan potensi bawaan manusia.
Jika adab dikuatkan dan direlevankan dengan potensi fitrah maka kelak peran peran terbaik tadi akan menjadi jauh lebih bermanfaat, bermartabat atau mulia yang kita namakan dengan Beradab, inilah karakter moral (moral character). Karakter moral ini amat terkait dengan value atau nilai nilai yang diyakini.
Jadi ada karakter yang dilahirkan terkait dengan potensi Fitrah, ini sejatinya hanya memerlukan aktifasi untuk ditumbuhkan dari dalam (inside out) dan ada karakter yang dibentuk terkait Adab, ini sejatinya terkait dengan nilai nilai yang diyakini atau Kitabullah. Keduanya harus berjalan seiring, fitrah yang tumbuh paripurna akan mudah diadabkan menjadi mulia.
Karenanya dalam pendidikan karakter perlu diperhatikan keseimbangan untuk tiap tahapan usia antara menumbuhkan potensi fitrah dan memperkuatnya dengan nilai nilai Adab. Potensi fitrah saja yang ditumbuhkan tanpa penguatan Adab akan menjadi peran peran hebat namun tak beradab, sementara penguatan atau penanaman Adab tanpa memperhatikan potensi fitrah dan penumbuhannya akan menyebabkan peran yang tidak produktif, mekanistik dstnya.
Dahulu mengapa nilai nilai alQuran dan alhadits amat mudah diterima oleh para Sahabat, karena selain alQuran dan alHadits selaras dengan fitrah juga karena potensi fitrah para Sahabat telah ditumbuhkan secara paripurna melalui tarbiyah yang baik oleh Rasulullah SAW sehingga fitrah yang tumbuh hebat akan mudah disempurnakan oleh Adab yang mulia.
Salam Pendidikan Peradaban
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak
#fitrahbasededucation

Bagaimana mengintegrasikan Peran Keluarga dengan Sekolah.

20.51 0

Banyak sekolah progresif yang berfikir maju ke depan menyadari bahwa pendidikan tidak bisa dilakukan dengan baik oleh sekolah semata tanpa kesertaan peran orangtua dan komunitas. Sekolah sekolah seperti ini tahu betul bahwa tempat mendidik yang utama adalah keluarga atau rumah. Mereka juga tahu ada banyak aspek fitrah yang sekolah memerlukan peran keluarga lebih dominan, sehingga mereka sangat ingin betul menjadikan sekolahnya menjadi tempat bekerjasama terbaik antara keluarga, komunitas dan sekolah.
Sementara banyak keluarga yang menjalani Home Education terkadang memerlukan kerjasama dengan sekolah sebagai sumber akses pengetahuan dan expert. Sebagaimana kita ketahui bahwa konsep Home Education (HE) berbeda dengan konsep Home Schooling (HS), karena HE tidak mempermasalahkan anak bersekolah atau tidak serta dengan jelas menyatakan tidak membawa "sekolah" ke rumah. HE fokus pada merawat dan menumbuhkan fitrah AyahBunda, fitrah keluarga dan fitrah anak anaknya.
Jadi HE sesungguhnya adalah kewajiban alamiah, fitrah maupun syariah setiap orangtua untuk menyelenggarakan pendidikan di rumahnya. Pendidikan adalah wilayah tanggungjawab orangtua, sementara Pengajaran bisa dikerjasamakan dengan lembaga seperti sekolah atau komunitas dsbnya.
Tentu saja kerjasama yang dimaksud adalah bukan sebagaimana peran komite yang sekedar menjadi penonton dan tukang stempel, atau juga bukan sekedar program parenting yang diselenggarakan sekolah dsbnya namun jauh daripada itu, yaitu melibatkan peran orangtua atau keluarga dalam proses pendidikan secara penuh setidaknya 70%.
Pertanyaanya kemudian adalah bagaimana model kerjasama terbaik antara Keluarga dan Sekolah. Berikut adalah beberapa langkah langkah untuk mewujudkan kerjasama antara Keluarga dan Sekolah dalam membangun sistem pendidikan terbaik.
1. Sekolah harus membuka diri untuk melibatkan keluarga dalam proses pendidikan secara penuh. Mindset bahwa sekolah adalah produsen dan keluarga adalah konsumen harus ditinggalkan jauh jauh. Orangtua juga harus berhenti melihat sekolah sebagai "Laundry" atau tempat penitipan anak. Perubahan Mindset harus menuju kepada keyakinan bersama bahwa pendidikan adalah membangun peradaban secara bersama sehingga memerlukan keterlibatan orang sekampung "It takes a village to raise a child".
2. Adanya kesepakatan keterlibatan keluarga dalam perencanaan dan proses pendidikan sampai 70%. Kesepakatan ini harus ditandatangani dan langsung dipraktekan. Parent Engagement Indeks perlu diberikan ukuran ukuran yang disepakati bersama. Secara praktek dapat dibuat List Kegiatan dengan pembagian responsible dan akuntabel antara orangtua/keluarga dengan guru/sekolah.
3. Keluarga dibekali keberanian dan kemampuan untuk merancang Personalized Curriculum untuk setiap anak anaknya. Para orangtua diberikan pelatihan untuk membuat Journal Kegiatan atau melakukan Assessment berbasis Aktifitas Anak (Activity based Assessment ABA) dimana di dalamnya tertuang profile anak termasuk potensi atau bakat, tanda antusias dalam suatu kegiatan, perkembangan tiap aspek fitrah dstnya. Dari ABA tadi maka akan selalu diserap potensi dan masalah, untuk kemudian diimajinasikan idea idea kegiatan baru yang lebih baik mengembangkan aspek fitrah termasuk skill, pengetahuan dan sikap/akhlak yang perlu dikembangkan. Rangkaian berkegiatan baru dengan pengalaman baru yang berangkat dari potensi fitrah dalam beberapa bulan ke depan inilah yang disebut Personalized Curriculum.
4. Pengintegrasian Kurikulum Sekolah dengan Personalized Curriculum. Sekolah idealnya dapat menjadi Co-Parenting yang justru membawa beragam kegiatan unik di rumah ke ruang ruang kelas. Orangtua menjadi Co-Designer Curriculum yang memberi pengayaan kepada kurikulum kelas. Dalam berbagai kebutuhan orangtua dapat menjadi Co-Teaching untuk pengembangan bakat atau talents dstnya.
5. Dalam perjalanannya Sekolah harus siap bermetamorfosa menjadi Community based School atau Community based Education (CBE) dengan stakeholder kepemilikan yang meluas yang terdiri dari Orangtua, Guru dan Lembaga juga Warga. Bahkan akan bisa mengarah kepada Community based Business (CBB) untuk menopang CBE. Karenanya sejak awal sebaiknya mulai dirancang AD/ART yang mengatur hak dan wewenang masing masing stakeholder untuk menghindari benturan kepentingan.
Salam Pendidikan Peradaban
#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Empowering Family with Their Own Power

20.50 0
Seringkali pemerintah dan kebanyakan pakar pendidikan merancang program untuk pendidikan keluarga ataupun ketahanan keluarga dsbnya menurut asumsi sendiri. Kebanyakan mereka "membangun asumsinya sendiri" tanpa pernah menyadari dan menginsyafi bahwa tidak ada "one magic medicine" , tidak ada tongkat "harry potter" yang bisa menyelesaikan masalah dan menghebatkan keluarga.
Setiap keluarga ini unik, setiap orangtua unik, setiap anak unik, dan setiap mereka hidup di alam dan masyarakat yang unik. Sayangnya seringkali program yang dirancang itu menggunakan kacamata penjajah, pemerintah maupun pakar datang dengan asumsi keluarga perlu ditolong, bukan dengan semangat menguatkan potensi keluarga. Banyak keluargapun merasa tidak punya potensi apapun untuk menjadi hebat.
Sehingga semua program sepihak itu hanya berefek bulan madu, cuma berjalan sesaat. Orangtua kembali kepada kebingungannya dan ujung ujungnya melakukan hal hal shortcut yang sifatnya tidak alamiah dan tidak sesuai fitrah.
Para keluarga dan orangtua sesungguhnya hanya memerlukan penyadaran tentang potensi unik fitrah mereka kemudian difasilitasi untuk memperkuatnya dan mengembangkannya dengan bahagia selaras dengan keunikannya itu.
Para keluarga dan orangtua perlu diberi ruang dan berhenti sejenak, merenung dan berefleksi tentang makna pernikahan dan peran pernikahan itu dalam kehidupan dan peradaban yang lebih luas, tentang fitrah peran mereka sebagai ayah atau ibu yang sejati, tentang fitrah peran mereka sebagai suami atau istri, tentang fitrah mendidik fitrah dan adab anak anak mereka dan tentang masa depan peran mereka dan anak anak mereka bagi dunia yang tentu akan ditanya di akhirat kelak.
Mulailah dari hal yang sederhana. Lihatlah, para keluarga, para ayah bunda dan anak anaknya sesungguhnya memiliki kegiatan dan cara bahagia sehari hari yang unik, namun seringkali mereka melewati dan tidak "mensyukurinya". Para keluarga sebaiknya mulai didorong dan difasilitasi cara untuk mensyukuri kegiatan kegiatan keseharian mereka dimana mereka bahagia dan antusias melakukannya.
Para keluarga perlu difasilitasi dan didorong untuk menyerap atau berempati terhadap potensi unik kekuatan mereka, yang sebenarnya terlihat dari kegiatan dan cara bahagia keluarga mereka sendiri sehari hari. Yakinkan mereka untuk tidak menjadi versi kedua dari keluarga lain.
Ingat bahwa kegiatan unik yang mereka lakukan dengan hebat dan bahagia itu tidak harus kegiatan mewah dan cara yang rumit, seringkali bahkan sangat sederhana dan bersahaja namun produktif. Ada keluarga yang hebat dan bahagia jika bertani, ada keluarga yang hebat dan bahagia jika menolong anak yatim, ada keluarga yang hebat dan bahagia ketika berjualan kue, ada keluarga yang hebat dan bahagia ketika mendaki gunung atau bahkan sekedar traveling atau mengumpulkan buku antik dsbnya.
Kegiatan dan cara bahagia ini karena dalam keseharian dilakukan dengan sangat antusias dan bahagia. Jika itu lebih disyukuri, yaitu dikenali dengan empati mendalam, dikembangkan dari sehari ke sehari dengan idea idea yang terus baru dan menumbuhkan maka semakin lama semakin baik, paripurna dan tentu saja semakin produktif serta banyak memberikan manfaat bagi keluarga itu dan juga sekitarnya.
Barangkali banyak yang tidak juga menyadari dan memahami bahwa kegiatan sederhana yang dilakukan dengan hebat, antusias dan bahagia secara bersama dengan keluarga, dengan pasangan dan anak adalah tanda tanda keridhaan Ilahi, tanda tanda potensi dan jatidiri, tanda tanda panggilan hidup dan misi keluarga kita.
Barangkali juga jarang yang menyadari bahwa kegiatan yang unik dan produktif yang dilakukan dengan bahagia dan antusias baik oleh kita maupun oleh anak anak kita sesungguhnya adalah tanda tanda potensi dan tanda tanda jalan sukses.
Sekolah semestinya melanjutkan kegembiraan berkegiatan di rumah para anak didiknya ke ruang ruang kelas untuk lebih didalami secara pengetahuan dan menjadi inspirasi bagi kegiatan belajar bersama yang lebih seru dan relevan dengan keseharian anak didik.
Mari bersama kita lanjutkan kegiatan kegiatan yang hebat dan bahagia sesederhana apapun bersama keluarga kita, temukan pola dan tanda tanda potensi unik setiap anggota keluarga maupun secara kolektif. Lalu imajinasikan ide ide baru untuk memunculkan kegiatan lanjutan yang lebih menggembirakan dan membahagiakan namun semakin produktif dan bermanfaat untuk keluarga kita dan sekitarnya. Semoga ini tiket ke syurga untuk keluarga kita.
Sesederhana itu sesungguhnya membangun kekuatan keluarga. Empowering family with their own power. Bukan helping people to solve problem with our program.
Mari kita bangun peradaban yang lebih damai dan bahagia, dimulai dari rumah rumah kita dengan menemukan dan menguatkan peran peran dan potensi kekuatan yang unik keluarga kita sehingga setiap keluarga dengan karunia potensinya itu senantiasa memberi solusi yang membawa kabar gembira dan juga peringatan serta memberi rahmat bagi semesta alam.
Salam Pendidikan Peradaban
#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Koreksi Persekolahan

20.48 0
Sungguh waktu dan energi ummat ini banyak dihabiskan untuk menyelesaikan masalah demi masalah. Mungkin prestasi kita selama ini adalah terampil menyelesaikan masalah. Namun, seperti biasa, masalah selalu melahirkan masalah baru.
Bahkan solusi yang diberikan seringkali berpotensi memproduksi masalah yang lebih besar dan tentu saja kesibukkan yang lebih besar.
Lihatlah sekolah sekolah dibangun untuk membendung masalah kebiadaban peradaban. Anak anak kecil dikirim sedini mungkin untuk di "karantina" dan di "sterilisasi" dari lingkungan yang biadab serta fitnah zaman, tanpa pernah menyadari bahwa setiap manusia sesungguhnya punya kapasitas dan kemampuan memunculkan cahaya fitrah nya untuk menerangi kegelapan kezhaliman..
Anak anak muda disadarkan ghiroh keagamaannya melalui kisah kisah konspirasi kebiadaban. Seolah kebiadaban lebih besar dari Allah SWT. Maka lahirlah generasi muda, yang sinis melihat dunia, sinis melihat pengetahuan dan teknologi, sinis pada peradabannya dan parahnya.... lebih sibuk memaki daripada berkarya.
Pendidikan kita tak mampu menumbuhkan potensi fitrah generasi peradaban, sehingga banyaknya penghafal alQuran tak sebanding dengan lahirnya banyaknya karya dan peran peradaban bagi dunia. Sungguh Kitabullah tanpa generasi yang fitrahnya tumbuh dengan paripurna hanya melahirkan generasi mirip keledai yang memikul kitab kitab dipunggungnya.
Sungguh kita benar benar disibukkan meratapi dan menterapi kebiadaban, bukan mengasiteki peradaban. Sungguh sepanjang sejarah kebangkitan peradaban tidak bisa dibangun dari kesedihan dan kecemasan, ketakutan dan kesinisan, dstnya.
Kesibukkan meratapi dan menterapi kebiadaban membuat kita jalan di tempat. Generasi kita mirip aliran air yang tidak mengalir, menjadi semakin hitam dan kelam, tempat masuknya sampah dan kuman penyakit.
Padahal dahulu ketika dunia begitu gelap dan kelamnya, orang mengira dunia akan kiamat dan banyak yang menduga Nabi Akhir Zaman akan diutus ditengah tengah pusat kezhaliman dunia.
Barangkali kita lupa Rasulullah SAW ternyata tidak diutus di tengah tirani kebiadaban imperium Romawi maupun imperium Persia, lalu memadamkannya tepat di jantungnya seketika. Tidak.
Beliau diutus untuk tidak fokus pada masalah kebiadaban peradaban, namun fokus pada membangkitkan potensi potensi peradaban yaitu potensi fitrah manusia, potensi alam, potensi keluarga, potensi lokal kehidupan ummat kemudian memandunya dengan Kitabullah sehingga menjadi cahaya peradaban yang menerangi.
Sederhana betul namun sebuah politik Ilahi yang luarbiasa ketika Nabi Akhir Zaman memulainya dengan menjadi arsitek peradaban. Tidak tanggung tanggung, Allah menempatkan Muhammad SAW di tempat yang dianggap manusianya tak berpotensi (buta huruf) dan alamnya tak berpotensi (gersang padang pasir) serta masyarakatnya tak berpotensi (Arab jahiliyah dan badui kasar)
Beliau men"tarbiyah" para pemuda dan orangtua untuk membuka tabir hatinya untuk kembali kepada titik kesadaran potensi fitrahnya, baik personal maupun komunal lalu memandunya dengan Kitabullah sehingga mencapai peran peran terbaik peradabannya baik pada level personal, keluarga maupun komunitas dan dunia.
Maka hanya 23 tahun, lahirlah generasi unik yang fokus pada potensi fitrahnya, lahirlah peradaban "madani" yang menerangi semesta selama ribuan tahun. Mereka menjadi the best model (khoiru ummah) dan the integrator (ummatan wasathon) di antara ummat lainnya.
Maka mari kita sibukkan diri kita, komunitas kita untuk membangkitkan potensi cahayanya, membangkitkan potensi fitrah personal dan komunalnya sehingga kegelapan kebathilan itu tidak pernah ada.
Salam Pendidikan Peradaban.
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak
#fitrahbasededucation

Potensi Bakat adalah bagian dari Fitrah, namun Apakah Mendidik Potensi Bakat saja Cukup?

20.19 0

Sistem Persekolahan Modern hari ini disesali banyak bangsa, keluarga maupun pakar sebagai sistem yang membuat krisis manusia dan krisis alam. Sistem ini dianggap gagal melahirkan human being dan hanya mencetak "human doing" serta "human thinking", karena yang difokuskan hanyalah skill dan knowledge. Bahkan saking menghambanya pada keterampilan dan pengetahuan maka pendidikan karakter pun ditempelkan ke mata pelajaran dan diseragamkan.
Lalu kesadaran akan pentingnya pendidikan yang melahirkan "human being", yaitu manusia yang kembali kepada fitrahnya kemudian nampak pada arus baru pendidikan yang mendorong tumbuhnya potensi bakat anak, atau keunikan anak. Tetapi sesungguhnya bakat hanyalah satu aspek fitrah, masih banyak fitrah lainnya yang secara simultan harus ditumbuhkan.
Human Being adalah manusia yang tumbuh paripurna semua aspek fitrahnya, meliputi fitrah keimanan, fitrah belajar dan bernalar, fitrah seksualitas, fitrah estetika dan bahasa, fitrah individualitas dan sosialitas, dstnya kemudian merelevankan semua fitrah itu pada peran peran peradaban yang penuh makna dan secara spritual itu semua untuk mencapai maksud Allah menciptakan manusia.
Bayangkanlah, jika bakat tumbuh hebat tetapi atheis dan tidak menyeru manusia pada Tuhan karena fitrah keimanannya tidak tumbuh, lantas bagaimana?
Bayangkanlah jika bakat tumbuh hebat tetapi menjadi homosex dan kelak menjadi ayahbunda yang buruk karena fitrah seksualitasnya tak tumbuh, lantas bagaimana?
Bayangkanlah jika bakat tumbuh hebat tetapi tidak innovatif dan merusak alam karena fitrah belajar dan bernalarnya tidak tumbuh dan berinteraksi dengan alam, lantas bagaimana?
Bayangkanlah jika bakat tumbuh hebat namun tidak berkontribusi pada realita sosial dan masyarakatnya karena fitrah individualitas dan sosialitas tidak tumbuh, lantas bagaimana?
Bayangkanlah jika bakat tumbuh hebat tetapi adabnya tidak dipandu Kitabullah, lantas bagaimana?
dstnya
Namun masalah juga muncul jika terjadi kebalikan, yaitu bagaimana jika fitrah keimanan tumbuh baik namun fitrah bakatnya tak tumbuh? Maka kita temukan pemuda "baik baik" yang galau tanpa peran dan karya terbaik.
Ingat bahwa pendidikan berbasis fitrah adalah pendidikan yang merawat, menumbuhkan, membangkitkan setiap aspek potensi fitrah sehingga tumbuh paripurna dan kelak akan mencapai peran peran peradaban terbaik.
Fitrah keimanan jika tumbuh paripurna maka peran yang dicapai adalah peran menyempurnakan akhlak manusia dengan Tauhid. Ini disebut akhlak atau adab pada Allah
Fitrah belajar dan bernalar jika tumbuh paripurna maka peran yang dicapai adalah peran innovator untuk memakmurkan bumi dan menjadi rahmat bagi semesta alam. Ini disebut akhlak atau adab pada Alam
Fitrah bakat jika tumbuh paripurna maka peran yang dicapai adalah peran solution maker atau pembawa berita gembira dan peringatan kepada masyarakatnya. Ini disebut adab atau akhlak pada Kehidupan.
Fitrah seksualitas jika tumbuh paripurna maka peran yang dicapai adalah peran lelaki sejati atau peran perempuan sejati kemudian kelak menjadi peran keayahan sejati dan peran keibuan sejati. Ini disebut akhlak atau adab pada keluarga dan generasi.
Maka mari tumbuhkan seluruh aspek fitrah anak anak kita secara simultan dan paripurna sesuai fitrah perkembangannya agar kelak mereka mencapai peran peran peradaban terbaik dan akhlak yang mulia sehingga memenuhi maksud diadakannya manusia di muka bumi, yaitu beribadah kepada Allah semata dan menjadi Khalifah Allah di muka bumi.
Salam Pendidikan Peradaban
#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Kisah Anak Ayam

20.12 0
Dalam sebuah peternakan ayam para ayah ayam dan para ibu ayam hanya berkumpul, bergerombol, bereproduksi dan makan bersama. Makanan disediakan, minuman disediakan oleh pemilik peternakan sepanjang mereka menurut. Mereka tidak perlu susah susah seperti ayam kampung mencari makan. Ada pos pos makan dan minum di sektar mereka, ini mirip minimarket terdekat yang menyediakan semua keperluan ternak.
Agar cepat besar, makanan mereka sudah dicampur berbagai "obat kimiawi" impor. Ini mirip restaurant junk food nya manusia, yang menyediakan makanan halal namun pemicu kanker. Tidak sedikit ayam ternak ini yang mengidap kanker, mati muda dan cacat karena makanannya.
Ayah ayam dan ibu ayam tidak pernah merancang misi keluarganya. Buat apa juga? Pensiun dan masa depan mereka sudah ditakar dan sudah ada formulanya. Kebanyakan mereka telah rela dipensiunkan dini untuk dibawa ke rumah pemotongan.
Mereka berfikir jika hidup ikhlash dan mengalir, men"syukuri" apa yang ada, maka akan masuk syurga. Jadi tak perlulah ada misi spesifik apapalagi berjuang sungguh sungguh mewujudkannya.
Jangankan misi keluarga, mereka bingung menemukan jatidiri keluarga ayam mereka, bahkan jatidirinya sendiri sebagai Ayam. Kini bahkan mereka tidak tahu lagi cara mendidik anak anaknya. Mereka dan anak anak mereka hidup dalam sekat kandang dan ruang tertutup perumahan dan gedung 24 jam, full day n night.
Mungkin mereka, para ayam ini lupa, bahwa ayam mengerami telur selama 21 hari sesuai yang Allah hikmahkan. Mereka lupa bagaimana membantu menetaskan telurnya. Mereka telah kehilangan "fitrah" nya sebagai induk ayam. Sejak paska bertelur, mereka, induk ayam, sudah harus kembali melahap makan dan minum sebanyaknya untuk memenuhi target sesuai keinginan pemilik ternak. Tidak ada cuti mengerami dan merawat yang cukup.
Lihatlah anak anak ayam ini, mereka sejak telur sudah dititipkan pada mesin penetasan kemudian dikelompokkan sejak usia dini sampai usia ABG, kemudian dibariskan siap dipotong. Para anak ayam ini diseragamkan, dikelompokkan sesuai usia, dipilah sesuai standar. Tentu saja, yang "jelek" dan "afkir" sejak telur, usia dini dan anak, sudah pasti dicampakkan.
Para anak ayam ini sejak kecil sudah gampang stress, depresi dll. Suara petir bisa membuat mereka langsung terjungkal kaku mati. Beberapa anak ayam mengalami kebodohan permanen, karena obesitas dan banyak dikurung. Mereka jauh dari disebut kreatif apalagi bahagia sebagai ayam karena tidak pernah dihargai "fitrahnya" sebagai ayam.
Para anak ayam ini sesungguhnya rindu bermain di alam terbuka, rindu menghangatkan tubuh di bawah sayap induknya, sangat ingin mencari makan dengan mengais dan mencakar tanah, mengepakkan sayapnya sepuas puasnya, berguling di kubangan dan tanah yang gembur dsbnya. Namun peternakan terpadu tempat mereka "disekolahkan" membuat mereka kehilangan jatidirinya atau fitrahnya sebagai ayam.
Para orangtua ayam juga sebenarnya rindu mengerami telurnya sendiri, rindu menyuapi anak anaknya dengan cacing tangkapan sendiri langsung ke mulut anak anaknya dengan penuh kasih. Para orangtua ayam ini juga rindu sangat bermain di kebun dan alam terbuka bersama anak anaknya. Mereka membayangkan dengan bangga berjalan di kebun diiringi puluhan anak anaknya.
Sayangnya mereka hanya ayam yang tidak punya aqal dan nurani, mereka tidak menyadari sedang dizhalimi.
Semoga kita tidak hidup dalam peternakan manusia, karena kita diberi fitrah, nurani dan aqal.
Salam Pendidikan Peradaban
#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Memasukkan Anak ke PAUD, Perlukah?

20.12 0


Ada sebuah buku yang berjudul "better late than early" , buku ini memberikan pandangan banyak pakar dari berbagai macam sudut pandang dan menyimpulkan serta menganjurkan untuk menunda memasukkan anak ke sekolah bahkan sampai usia 8 -10 tahun.
Para psikolog pun seperti bu Elly Risman atau ust Adriano Aad Rusfi atau praktisi seperti bunda Septi Peni Wulandani pun sama, menganjurkan untuk menunda selama mungkin anak usia dini untuk di "sekolah" kan.
Dalam pandangan pendidikan berbasis fitrah pun sama, tidak berlaku kaidah bahwa makin cepat makin baik, makin banyak makin hebat. Segala sesuatu sebaiknya sesuai tahapannya.
Perlu dipahami bahwa pendidikan usia dini adalah agar anak anak usia dini tumbuh paripurna sesuai tahap perkembangan usia dininya. Jadi bukan calistung untuk persiapan masuk SD. Juga ketika mengajarkan sesuatu maka prinsipnya adalah bukan apakah anak mampu, tetapi apakah yang anak butuhkan sesuai usianya.
Sebagai catatan banyak PAUD hari ini yang berubah menjadi SAUD (Sekolah Anak Usia Dini), dengan melatih anak berbagai keterampilan membaca, menulis dan berhitung sebagai persiapan masuk SD.
Usia Dini adalah usia paling kritis dan rentan namun sangat menentukan masa depan anak, maka pastikan AyahBunda urun hati, urun fikiran, urun tangan dstnya.
Beberapa aspek fitrah yang membutuhkan kedua orangtua turun tangan
1. Fitrah Keimanan. Usia 0-6 tahun adalah masa emas untuk mendidik fitrah keimanan, dengan keteladanan dan atmosfir keshalihah untuk memunculkan imaji2 positif ttg Allah dstnya. Anak anak harus dibangkitkan gairah cintanya pada Allah dan kedua orangtualah sosok teladan yang paling berkesan untuk memberikan imaji imaji positif ini. Jika fitrah imannya tumbuh paripurna, maka bunda akan menjumpai ananda menyambut perintah sholat dengan suka cita ketika usia 7 tahun. Jangan lewatkan peran ayah bunda pada tahap 0-6 tahun
2. Fitrah Seksualitas. Anak usia 0-6 tahun membutuhkan kelekatan ayah dan ibunya sampai aqilbaligh, bahkan dilarang memisahkan anak dan ibunya sampai mereka aqilbaligh. Usia 3 tahun, ananda harus menyebut identitas gendernya dengan jelas. Anak yg bingung identitas gendernya ada kemungkinan salah satu sosok ayah atau ibu tidak hadir secara utuh. Perhatikan bahwa banyak PAUD gurunya hanya perempuan.
3. Fitrah individualitas. Anak usia 0-6 tahun sangat ego sentris, jika tidak memahami ini maka mereka akan dipaksa berbagi, dipaksa untuk mengalah tanpa pertimbangan fitrah individualitasnya. Maka kelak akan menjadi peragu, tidak pede bahkan pelit dan pengecut. Dalam lingkungan persekolahan usa dini yang seragam, maka umumnya individualitas tak dihargai.
Sejalan dengan ini maka sesungguhnya anak usia 0-6 tahun belum membutuhkan bersosialisasi, tetapi membutuhkan interaksi dengan alam. Sementara sosialisasi terbaiknya pada usia ini adalah dengan kedua orangtuanya.
4. Fitrah Belajar. Pada usia ini abstraksi dan imaji anak sedang indah-ndahnya maka interaksi terbaiknya di alam dan permainan imajinatif. Kebanyakan PAUD mengenalkan permainan kognitif dan lebih banyak bermain dalam ruangan. Gairah belajar anak lebih wajib diumbuhkan daripada mengejar kemampun calistung. Ingat bahwa anak yang cepat bisa membaca belum tentu menyukai buku dan belajar, sementara anak yang cepat bisa berhitung belum tentu suka bernalar dan berabstraksi.
Tugas orangtua adalah membangkitkan gairah belajar anak bukan banyak mengajarkan. Ingat bahwa anak yang terlalu banyak diajarkan akan minta diajarkan sepanjang hidupnya.
5. Fitrah Bakat. Pada usia ini, bakat anak muncul sebagai sifat unik, maka amati sebaiknya dan buatlah dokumentasi anak yang menggambarkan momen bahagia, momen kejutan atas sifat dan perilaku yang unik. Ini memerlukan observasi atau pengamatan yamg seksama, penuh empati dan telaten, dan sejujurnya hanya kedua orangtua yang ikhlash yang mampu melakukan.
6. Fitrah Estetika dan Bahasa. Pada usia ini anak harus dikuatkan bahasanya dengan bahasa ibu (mother tongue). Bahasa ibu adalah bahasa native atau bahasa penutur asli yang dituturkan ayah dan ibu di rumah dengan fasih dan santun. Hindari mengajarkan bahasa asing sebelum bahasa ibu sempurna. Ukurannya adalah mampu mengekpresikan perasaan, sikap dan gagasannya dengan jelas dan baik. Kisahkan anak dengan kisah kisah berkesan menggunakan bahasa ibu. Agak sulit menguatkan bahasa ibu jika PAUD menggunakan bahasa yang lain apalagi bilingual. Kasus kasus anak mengalami bingung bahasa atau mental block karena tak mampu mengekspresikan bahasa sudah banyak terjadi.
Jika ayah bunda karena alasan yang darurat harus memPAUD kan anak, maka pastikan
1. PAUD yang dipilih adalah yang mengoptimalkan peran orangtua dalam proses
2. AyahBunda tetap bertanggungjawab pada penumbuhan seluruh potensi fitrah, maka buatlah personalized curriculum (PC). Komunikasikan dan kerjasamakan PC dengan PAuD yang dipilih.
3. Manfaatkan waktu ketika bersama anak dengan sebaik baiknya
Salam Pendidikan Peradaban
#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Koreksi atas pendidikan yang Berorientasi Mencetak Cendekiawan Muslim

20.12 0

Entah karena pragmatis atau pesimis, ada yang mengatakan bahwa semua model pendidikan itu baik, hanya bagaimana prosesnya saja. Benarkah?
Era 80an di Indonesia, muncul demam gagasan dan keinginan untuk melahirkan Cendekiawan Muslim. Visinya adalah mencetak generasi yang berhati Mekkah dan berotak Jerman.
Maka dari gagasan itu lahirlah konsep pendidikan berbasis IMTAQ dan IPTEK disusul menjamurnya berbagai lembaga persekolahan Islam yang mengusung konsep tersebut untuk mencetak cendekiawan muslim.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, cendekia diartikan orang yang lekas mengerti, cerdas, pandai, lekas mengerti situasi dan pandai mencari jalan keluar. Penambahan kata "Muslim" menegaskan bahwa cendekiawan ini adalah Muslim yang sejatinya dipandu oleh Kitabullah.
Tiga dekade lebih setelah demam itu, kini bangsa ini menyaksikan, memang banyak cendekiawan muslim lahir bergelar professor dan doktor, namun sayangnya kehadirannya tidak banyak membawa perubahan berarti pada bangsa ini.
Yang terjadi justru sebaliknya. Krisis kepemimpinan terjadi dimana mana, para cendekiawan itu umumnya tidak menyentuh akar masalah negeri ini, desa desa tetap saja merana dan potensi daerah terbengkalai, generasi rentan narkoba, pornografi, LGBT, punk muncul dimana mana dstnya. Secara moral bahkan beberapa cendekiawan muslim terlibat kasus korupsi bahkan perdukunan, mereka tidak mampu menjadi role model bagi generasi muda dstnya.
Ternyata sistem pendidikan yang melahirkan orang pandai Sains dan pandai Agama bukan solusinya. Krisis manusia dan krisis alam terbukti tidak terselesaikan oleh lahirnya orang orang pandai cendekia bahkan tambah parah.
Nampaknya kaum Muslimin di negeri ini harus mereformasi bahkan merevolusi model atau sistem pendidikannya secara mengakar dan menyeluruh serta jauh lebih bermakna. Harus ada sekelompok ulama yang terpercaya merumuskan sistem pendidikan sejati yang terbaik dan lebih bermakna. Bukan sekedar kesimpulan perorangan dan sekedar pengamatan sejarah dan siroh.
MIndset mencetak "orang elite pandai atau cendekia" ini juga melanda dunia. Namun para elite cendekia ini dianggap sebagai penyebab parahnya krisis alam dan krisis manusia di planet bumi.
Sebuah penelitian mengenai 19 tamatan terbaik HARVARD sebuah sekolah papan atas (Ivy League) di Amerika. Selama 15 tahun perjalanan mereka setelah tamat kuliah diteliti. Ternyata sebagian mereka masuk penjara, sebagian membawa perusahaan ke arah kebangkrutan, bahkan ada yang bunuh diri dan hidupnya menderita. Lalu apakah pendidikan yang memberhalakan prestasi akademis seperti ini yang diagung-agungkan dunia?
Para pakar psikologi pendidikan dan manajemen di Barat, sekarang telah menyesal karena arah pendidikan mereka selama ini melupakan konsep penting bahwa manusia adalah HUMAN BEING bukan HUMAN HAVING untuk memperoleh prestasi akademis mendapat nilai bagus, mendapat jabatan bagus mendapat uang banyak dan lain sebagainya tanpa mengindahkan HUMAN BEING nya atau Fitrahnya atau makna keberadaannya secara spiritual.
Ada sebuah konferensi bernama Academy of Management conference di Anaheim California, yang dihadiri hampir 10 ribu orang profesor dari 88 negara. Tema dari conference adalah Meaningful Organization.
Intinya adalah mereka sekarang menyadari bahwa sistem pendidikan dunia yang dipengaruhi oleh Barat, telah kehilangan makna. Saat seseorang belajar untuk suatu pencapaian semu karena tidak lagi sarat makna (Meaning).
Mereka tercerabut dari hakikat manusia sebagai HUMAN BEING, sistem pendidikan telah mencetak mereka mereka menjadi HUMAN THINKING ataupun HUMAN DOING. Sistem pendidikan yang memuja kecerdasan untuk melakukan keterampilan dan menerima pengetahuan baik umum maupun agama hanya melahirkan human thinking dan human doing bukan human being yang selaras fitrahnya.
HUMAN BEING ini artinya manusia adalah makhluk spiritual yang selalu merefleksikan segala sesuatunya dengan karunia Tuhan berupa kesadaran potensi fitrah mereka dan makna/alasan keberadaan mereka di dunia yang membedakan mereka dengan hewan dan makhluk lainnya.
Di Amerika bahkan kini muncul gerakan yang luar biasa ke arah full MINDFULNESS atau manusia dalam setiap perkataan tindakan dan pikiran selalu dilakukan dengan penuh kesadaran bahwa kita sebagai makhluk Tuhan adalah bagian yang tak terpisahkan dari alam semesta, dan kekuatan kita adalah dari kebajikan yang kita lakukan terhadap diri kita, terhadap orang-orang di sekeliling kita, masyarakat, lingkungan dan alam semesta. Ini dalam terminologi Islam dikatakan "menjadi rahmatan lil alamin - rahmat bagi semesta alam"
Padahal di dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan bernama Tarbiyah dan Ta'dib. Pendidikan Islam ini sesungguhnya adalah bagaimana orangtua maupun pendidik melakukan proses untuk membangkitkan kesadaran fitrah, membuka hijab kalbu anak didiknya untuk memahami makna kehidupan, mengungkap rahasia Ilahiyah dibalik makna penciptaan Manusia sehingga menyadari misi dan perannya di dunia.
Dengan demikian tidak ada dualisme dalam konsep pendidikan. Artinya semua pelajaran haruslah ada unsur spiritualism embedded dalam pemahamannya, yaitu mengokohkan makna dan misi kehidupan manusia sebagaimana yang Allah kehendaki.
Pendidikan seharusnya membuka titik kesadaran atau hijab kalbu anak-anak di sekeliling kita untuk melihat dan merasakan keindahan makna kehidupan dan mengembalikan mereka kepada fitrah manusia sebagai HUMAN BEING
Selama ini kita mendidik anak anak kita menjadi Human Having dan Human Doing, yang memberhalakan nilai akademis berdasarkan konsep-konsep hafalan sains dan agama yang tidak mengembalikan fitrah mereka dan membuka hijab kalbu mereka.
Anak anak yang tidak mampu "doing" dan "having" alias tidak cerdas akademis dan nakal dianggap anak gagal dan harus dicampakkan. Anak anak yang menjerit dan megap megap karena dipaksa untuk menelan konten akademis, lalu muncul menjadi perilaku buruk, sikap nakal dan over acting, lantas makin disingkirkan dan dihukum atas nama kedisplinan seorang cendekiawan.
Orangtua dan pendidik yang tidak pernah menjadi "human being" karena fitrahnya tidak tumbuh baik dan memberhalakan kecerdasan, maka tidak pernah melihat cahaya anak anaknya. Mereka tidak mampu melihat ada "pahlawan" dalam diri anak anaknya.
Semestinya konten keterampilan dan pengetahuan bukanlah isi kurikulum pokok pendidikan kita, karena tugas orangtua dan pendidik bukanlah terlalu banyak mengajarkan keterampilan dan pengetahuan namun mengembalikan dan membangkitkan gairah potensi fitrah anak anak.
Di zaman informasi seperti ini anak anak akan dengan mudah mendapat akses keterampilan dan pengetahuan yang berlimpah dari manapun, mereka juga dapat memperoleh guru guru kehidupan dengan mudah. Apabila fitrah mereka tumbuh paripuna, maka apapun keterampilan dan pengetahuannya maka akan semakin mengokohkan fitrah keimanan, fitrah belajar, fitrah bakat dsbnya yang kelak menjadi peran peran terbaik yang bermakna, karena pendidikan akan selalu membuka mata mereka akan keagungan Sang Pencipta serta maksud penciptaan dibalik semua hal-hal yang saintifik yang begitu sempurna dan membawa mereka ke arah kembali kepada fitrahnya.
Salam Pendidikan Peradaban
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak
#fitrahbasededucation