Minggu, 23 Oktober 2016

Bagaimana mengintegrasikan Peran Keluarga dengan Sekolah.


Banyak sekolah progresif yang berfikir maju ke depan menyadari bahwa pendidikan tidak bisa dilakukan dengan baik oleh sekolah semata tanpa kesertaan peran orangtua dan komunitas. Sekolah sekolah seperti ini tahu betul bahwa tempat mendidik yang utama adalah keluarga atau rumah. Mereka juga tahu ada banyak aspek fitrah yang sekolah memerlukan peran keluarga lebih dominan, sehingga mereka sangat ingin betul menjadikan sekolahnya menjadi tempat bekerjasama terbaik antara keluarga, komunitas dan sekolah.
Sementara banyak keluarga yang menjalani Home Education terkadang memerlukan kerjasama dengan sekolah sebagai sumber akses pengetahuan dan expert. Sebagaimana kita ketahui bahwa konsep Home Education (HE) berbeda dengan konsep Home Schooling (HS), karena HE tidak mempermasalahkan anak bersekolah atau tidak serta dengan jelas menyatakan tidak membawa "sekolah" ke rumah. HE fokus pada merawat dan menumbuhkan fitrah AyahBunda, fitrah keluarga dan fitrah anak anaknya.
Jadi HE sesungguhnya adalah kewajiban alamiah, fitrah maupun syariah setiap orangtua untuk menyelenggarakan pendidikan di rumahnya. Pendidikan adalah wilayah tanggungjawab orangtua, sementara Pengajaran bisa dikerjasamakan dengan lembaga seperti sekolah atau komunitas dsbnya.
Tentu saja kerjasama yang dimaksud adalah bukan sebagaimana peran komite yang sekedar menjadi penonton dan tukang stempel, atau juga bukan sekedar program parenting yang diselenggarakan sekolah dsbnya namun jauh daripada itu, yaitu melibatkan peran orangtua atau keluarga dalam proses pendidikan secara penuh setidaknya 70%.
Pertanyaanya kemudian adalah bagaimana model kerjasama terbaik antara Keluarga dan Sekolah. Berikut adalah beberapa langkah langkah untuk mewujudkan kerjasama antara Keluarga dan Sekolah dalam membangun sistem pendidikan terbaik.
1. Sekolah harus membuka diri untuk melibatkan keluarga dalam proses pendidikan secara penuh. Mindset bahwa sekolah adalah produsen dan keluarga adalah konsumen harus ditinggalkan jauh jauh. Orangtua juga harus berhenti melihat sekolah sebagai "Laundry" atau tempat penitipan anak. Perubahan Mindset harus menuju kepada keyakinan bersama bahwa pendidikan adalah membangun peradaban secara bersama sehingga memerlukan keterlibatan orang sekampung "It takes a village to raise a child".
2. Adanya kesepakatan keterlibatan keluarga dalam perencanaan dan proses pendidikan sampai 70%. Kesepakatan ini harus ditandatangani dan langsung dipraktekan. Parent Engagement Indeks perlu diberikan ukuran ukuran yang disepakati bersama. Secara praktek dapat dibuat List Kegiatan dengan pembagian responsible dan akuntabel antara orangtua/keluarga dengan guru/sekolah.
3. Keluarga dibekali keberanian dan kemampuan untuk merancang Personalized Curriculum untuk setiap anak anaknya. Para orangtua diberikan pelatihan untuk membuat Journal Kegiatan atau melakukan Assessment berbasis Aktifitas Anak (Activity based Assessment ABA) dimana di dalamnya tertuang profile anak termasuk potensi atau bakat, tanda antusias dalam suatu kegiatan, perkembangan tiap aspek fitrah dstnya. Dari ABA tadi maka akan selalu diserap potensi dan masalah, untuk kemudian diimajinasikan idea idea kegiatan baru yang lebih baik mengembangkan aspek fitrah termasuk skill, pengetahuan dan sikap/akhlak yang perlu dikembangkan. Rangkaian berkegiatan baru dengan pengalaman baru yang berangkat dari potensi fitrah dalam beberapa bulan ke depan inilah yang disebut Personalized Curriculum.
4. Pengintegrasian Kurikulum Sekolah dengan Personalized Curriculum. Sekolah idealnya dapat menjadi Co-Parenting yang justru membawa beragam kegiatan unik di rumah ke ruang ruang kelas. Orangtua menjadi Co-Designer Curriculum yang memberi pengayaan kepada kurikulum kelas. Dalam berbagai kebutuhan orangtua dapat menjadi Co-Teaching untuk pengembangan bakat atau talents dstnya.
5. Dalam perjalanannya Sekolah harus siap bermetamorfosa menjadi Community based School atau Community based Education (CBE) dengan stakeholder kepemilikan yang meluas yang terdiri dari Orangtua, Guru dan Lembaga juga Warga. Bahkan akan bisa mengarah kepada Community based Business (CBB) untuk menopang CBE. Karenanya sejak awal sebaiknya mulai dirancang AD/ART yang mengatur hak dan wewenang masing masing stakeholder untuk menghindari benturan kepentingan.
Salam Pendidikan Peradaban
#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar