Senin, 08 Februari 2016

Renungan Pendidikan #4 by Ust Harry Santosa

18.46 0
Bila anda memiliki beberapa anak, maka perhatikanlah baik baik, bahwa walau mereka pernah berada dalam rahim yang sama, ayah ibu yang sama, lahir di rumah sakit yang sama, bahkan lahir kembar identik sama dstnya, namun mereka sesungguhnya takkan pernah sama, mereka memiliki keunikan dan kekhasan masing2 yg berbeda. Bukan hanya ciri fisik namun juga sifat bawaannya masing masing.
Sampai kapanpun seorang kakak tidak akan pernah menjadi adiknya, dan seorang adik tidak pernah menjadi kakaknya. Anak kita tidak akan pernah menjadi versi kedua dari orang lain kecuali jika kita memaksanya demikian dengan membuatnya menderita karena mengingkari jatidirinya.
Ingatlah bahwa seseorang tidak akan menjadi maksimal jika dipaksa menjadi atau menjalani sesuatu yang bukan dirinya. Alangkah bodohnya meminta kuda menjadi ikan, menyuruh ikan menjadi burung, memaksa burung menjadi kuda. Apakah kita pernah memanjatkan doa doa agar anak kita menjadi seperti anak orang lain?

Bukan Allah Yang Maha Mendengar, tidak berkenan mengabulkan doa2 kita, karena apa jadinya jika kuda didoakan agar menjadi ikan, maka akan lahir makhluk aneh (bukan unik) yang bukan hebat bahkan menjadi mengerikan atau menggelikan.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap anak itu unik. Maka, janganlah pernah memaksa anak anak kita utk meniru orang lain, menyuruh mereka seperti anak tetangga, menceramahi setiap hari kehebatan anak orang lain. Maksud berbuat obsesif begitu apa ya?
Apakah kita yg menciptakan anak kita sehingga kita tahu anak kita harus menjadi apa kelak? Bukankah Allah yang menciptakan mereka, bahkan kita tidak pernah tahu tujuan spesifik penciptaan anak kita, apa misi spesifik anak2 kita di muka bumi? Tugas kita hanyalah menemani mereka dalam menemukan, menyadari dan menjaga fitrah nya, termasuk fitrah bakat atau potensi uniknya.
Karena itu, sejatinya memang tidak ada 1 kurikulumpun cocok utk semua sekolah bahkan cocok utk semua orang.

Setiap satuan pendidikan bahkan mesti punya kurikulum khas satuan pendidikan itu bukan kurikulum nasional apalagi yg cuma sekedar basa basi mulok.
Setiap anak bahkan memerlukan personalized education terkait potensi dan character unik serta "curriculum" vitae nya masing masing.

Ketahuilah bahwa tidak ada satu obat ajaib (one magic medicine) untuk semua jenis penyakit, bahkan tidak ada satu komposisi gizi yg cocok utk semua orang.
Siapapun yang mencoba mendikte akan jadi dikator. Betapa jeniusnya KHD yang menempatkan negara hanya pendorong, sbg Tut Wuri Handayani dan memerankan Guru sebagai pamong.

Betapa bijaknya Rasulullah SAW yang tidak meninggalkan kurikulum untuk semua orang, tetapi cukup membuat panduan bagi setiap orang agar menyelaraskan panduan itu dengan potensi dan karakter unik dirinya masing masing dalam rangka memuliakan dan menyempurnakan akhlaknya.
Jadi sesungguhnya apa yang mau diperbaiki atas kurikulum pendidikan nasional, kecuali meninggalkannya lalu membuat kurikulum personal sendiri utk anak2 kita sendiri yg berbeda dari anak lain? Karena setiap anak adalah begitu istimewa...

Salam Pendidikan Peradaban #pendidikanberbasispotensi dan akhlak
· 

Minggu, 07 Februari 2016

COMMUNITY BASED EDUCATION #2 By Septi Peni Wulandani

23.29 0

Membangun Pendidikan berbasis masyarakat sebenarnya bukanlah hal yang luar biasa, karena ini adalah "hal yang biasa", sesuatu yang seharusnya memang terjadi di masyarakat kita. Tetapi karena "hal biasa" ini sdh tidak banyak dilakukan di masyarakat, khususnya di dunia pendidikan. Maka model pendidikan berbasis masyarakat dianggap sebagai sesuatu yg tidak lazim saat ini.
Contoh CBE tempo dulu, model pendidikan surau di tanah minang. Anak lelaki remaja yg sudah baligh, dibudayakan malu untuk tidur di rumah, mereka tidur di surau untuk dibina aqil dan kemandiriannya.Surau dipimpin oleh seorang local leader. Para pemimpin surau inilah ayah kolektif bagi para anak dan remaja. Ayah yg ulama dan guru, sekaligus pemimpin dalam keteladanan ilmu, iman, akhlak, adab dan bicara.

Sekarang banyak orangtua yang memasrahkan anak-anaknya ke lembaga yang sebenarnya kalau ditanya dengan "jujur" tidak yakin apakah bisa menjaga fitrah anaknya atau tidak.
Setelah itu banyak diantara kita para ortu menganggap kewajiban mendidik telah selesai ketika anak-anak berada seharian penuh di sekolah dan tempat kursus. Obrolan ttg pendidikan hanya seputar ranking, ijazah, prestasi akademik, PR dll. Bukan tentang bagaimana mengembangkan fitrah yg dimiliki anak-anak sejak lahir.
Jujur,kitalah sebagai ortu yg paling paham potensi keunikan anak kita. Kitalah makhluk yang paling mencintai anak-anak kita. Kitalah yang paling ingin anak kita bahagia. Tetapi mengapa kadang justru kitalah yang dengan sengaja memilihkan anak-anak kita lingkungan dimana dia akan terpapar karakter-karakter buruk dan teladan-teladan yg tidak patut di dalam proses pembelajarannya.
Di dalam Community Based Education, setiap orangtua yang bergabung harus memiliki "moral character" yang sama,mereka akan berperan menjadi orangtua bersama dalam satu komunitas. Karena ortulah nanti yang akan mengambil peran sebagai fasilitator/mentor/coach bagi anak-anak dalam satu komunitas.
Setiap anak menjadi tanggung jawab bersama seluruh komunitas.
"It takes a village to raise a child. Be a part of our village"
‪#‎onedayonepostfor99days‬
‪#‎day2‬

Renungan Pendidikan #3 by Ust Harry Santosa

23.19 0


Sesungguhnya tidak ada seorangpun anak yg berdoa dan berharap lahir ke dunia dalam keadaan nakal dan jahat.
Jika sempat lihatlah wajah-wajah bengis mengerikan anak dan remaja yg tawuran, atau perhatikan wajah sayu dan tatapan kosong anak2 depresi dan korban narkoba, atau jenguk jiwa2 remaja galau melalui mata bingung dan frustasi mereka dibalik tawa dan canda yg tak bermakna.
Maka jujurlah apakah mereka mau ditakdirkan demikian? Maka jujurlah apakah Allah swt menghendaki keburukan bagi hamba2Nya? Maka jujurlah, apakah itu dosa mereka shg mereka demikian?
Sesungguhnya mereka adalah korban kelalaian kita para orangtua, mereka korban obsesi dan kesembronoan yg merusak fitrah baik mereka. Ingatlah bhw mereka dahulu adalah bayi2 mungil yg lucu, yg senyum, tawa dan tangisnya meluluhkan hati siapapun. Lalu bagaimana bisa di kemudian hari bayi2 ini menjadi beringas, nakal dan jahat?

Sesungguhnya setiap anak yg lahir dalam keadaan fitrah. Sesungguhnya juga bhw Allah tdk akan merubah semua fitrah baik yg ada dalam diri mereka sampai lingkungan, sistem pendidikan, orangtua dll berbuat gegabah "sok tahu" merubahnya shg terluka, tersimpangkan, atau terpendam selama2nya.

Anak2 kita bukanlah kertas putih yg bisa kita jejali dgn tulisan sebanyaknya dan semaunya, bukan! Anak2 kita adalah mutiara terpendam yg mesti disucikan dan disadarkan akan keindahan keunikan mutiara yg mereka dtakdirkan Allah swt utk memilikinya. Mutiara yg tdk perlu diasah, hanya perlu diletakkan pd tempat yg sesuai dan terang agar cahayanya berkilau sempurna. Berbaik sangkalah kpd Allah swt.

Jangan gegabah menjejali mutiara ini dengan beragam zat imitasi dgn maksud agar semakin indah. Tidak perlu. Mutiara ini hanya perlu ditemani, disentuh dengan cinta yg tulus, dan diletakkan pd tempat dan sudut yg tepat shg cahayanya berpendar pendar indah menebar manfaat rahmat menyelimuti dunia. Cahayanya menjadi penyejuk mata kita, sebagaimana doa2 kita ttg keturunan yg baik.

Maka, yakinlah bahwa mutiara akan bertambah indah bila berkumpul dengan mutiara. Mutiara akan tenggelam dalam lumpur hitam yg pekat. Yakinlah ruh2 yg baik akan merapat bershaf2 menuju kemuliaannya. Maka perbaikilah fitrah kita wahai orangtua, sucikanlah fitrah kita sebelum kita mensucikan fitrah anak2 kita melalui pendidikan.

Sesungguhnya apa yg keluar dari fitrah yg baik akan diterima oleh fitrah yg baik. Apa yg keluar dari hati yg bersih dan damai maka akan tiba di hamparan hijau hati yg bersih dan damai. Apa yg hanya dari mulut semata, maka akan berhenti di telinga saja.
Mari kita renungkan, siapakah di muka bumi makhluk yg paling ridha mensucikan diri demi anak kita? Saya yakin anda bisa jujur menjawabnya...

Salam Pendidikan Peradaban #pendidikanberbasispotensi dan akhlak

Kamis, 04 Februari 2016

COMMUNITY BASED EDUCATION #1 by Septi Peni Wulandani

18.56 0




Ketika dulu di th 2003, keluarga kami mulai memilih Homeschooling untuk pendidikan anak-anak, banyak yg tidak paham. Banyak orang melihat kami aneh. Bahkan ketika kami dibombardir pertanyaan, sebenarnya bukan benar-benar bertanya, tetapi terkesan mempertanyakan.
Kami tetap berjalan pada jalur kami, prinsip yg kami pegang saat itu adalah selama Allah dan RasulNya tidak murka kami akan jalan terus.
Seiring berjalannya waktu, kami mulai berpikir, Homeschooling itu sangat bagus untuk membentuk ketahanan keluarga. Tetapi ketika dilakukan sendiri-sendiri, tidak bisa menjawab permasalahan pendidikan di negeri ini.
Kamipun hijrah dari Depok, Jawa Barat ke Salatiga, Jawa Tengah. Disanalah kami mulai menggagas, bagaimana sistem pendidikan yg sdh kami bangun selama bertahun-tahun di rumah ini diimplementasikan secara komunal.
Rumah adalah miniatur peradaban, disanalah fitrah personal anak berkembang bersama orangtuanya. Idealnya fitrah personal ini akan bertemu dengan fitrah alam dan fitrah kehidupan anak-anak. Tetapi apa yang terjadi? banyak sekali anak "dicerabut dari dunianya" ketika masuk sebuah lembaga yg bernama sekolah.Semua serba diseragamkan, potensi unik dan spesifik anak dimandulkan.
Akhirnya kami berdua tidak bisa egois hanya memikirkan pendidikan anak-anak kami di rumah saja. Harus ada sekolah formal di usia dasar pembentukan karakter anak (12 th ke bawah) yg mengutamakan perkembangan fitrah personal anak dan mempertemukannya dg fitrah alam dan fitrah kehidupan anak.


Muncullah School of Life Lebah Putih di th 2009. Pendidikan formal untuk anak-anak TK dan SD, yg lebih mengedepankan pendidikan untuk orangtuanya, agar mampu menjalankan amanah membangun peradaban dari dalam rumah.
Saat merintis, saya hanya berdua dengan pak Dodik Mariyanto, tertatih-tatih berjalan dan akhirnya menemukan banyak teman. Di awal ada yang satu atmosfer pemikiran shg sama-sama berjuang sampai sekarang, tetapi ada juga yg ternyata tidak satu atmosfer, shg harus mencari planet lain smile emotikon.
Guncangan demi guncangan kami anggap hal normal, sebagai sebuah proses mencari keseimbangan baru.
Seiring berjalannya waktu, saat anak-anak di @school of life lebah putih mulai memasuki usia 11 th ke atas beberapa orangtua yang satu atmosfer, satu ide gagasan, mulai sadar untuk merancang pendidikan anak-anak mereka sendiri, fokus pada potensi dan akhlak. Sehingga "jujur" dan "percaya diri" menjadi tagline kami tahun ini. Kami mulai sadar bahwa diperlukan komunitas atau jamaah untuk membesarkan anak-anak. Seperti ungkapan dari Afrika yang menyatakan
"It takes a village to raise a child"
(perlu orang sekampung yg moral value nya sama untuk membesarkan seorang anak)
Harus ada pendidikan peradaban yang berproses menumbuhkan fitrah-fitrah anak seiring dengan fitrah alam kehidupannya menuju peran-peran peradaban.
Community Based Education (CBE) menjadi pilihan kami untuk melanjutkan jenjang pendidikan anak-anak di tingkat menengah, guna persiapan memasuki jenjang pendidikan tingginya.
Kami "percaya diri" bahwa setiap anak, setiap orangtua, setiap komunitas punya potensi fitrah mulia untuk dibangkitkan (inside out) sebagai bekal menuju peran peradabannya sebagaimana Allah kehendaki atas kodratnya.
Kami berusaha untuk "jujur" pada diri sendiri, bahwa memang kamilah orangtua yang bertanggung jawab penuh terhadap amanah pendidikan anak-anak.
Kami mulai paham, ketika anak-anak berusia 0-12 th pendidikan anak adalah amanah keluarga kecil.
Ketika anak-anak berusia 12-15 th , pendidikan anak adalah amanah keluarga kecil dan amanah komunitas.
Ketika memasuki aqil baligh, pendidikan anak adalah amanah untuk dirinya sendiri dan komunitas, sehingga anak-anak bisa menjadi khalifah fil arld, penegak peradaban yg penuh rahmat bagi semesta.
Bismillah, kami melangkah........
‪#‎onedayonepostfor99days
‪#‎day1

Renungan Pendidikan #2 by Ust Harry Santosa

18.44 0



Sesungguhnya masa mendidik anak kita tidaklah lama, itu hanya berlangsung sampai usia AqilBaligh (usia 14-15 tahun). Sebuah masa yg singkat, masa yg cuma seperempat dari usia kita - orangtuanya - jika Allah berikan jatah 60 tahun.

Padahal anak2 dan keturunan yg sholeh akan menjamin kebahagiaan akhirat kita dalam masa yg tiada berbatas. Lalu mengapa amanah terindah ini kita sia siakan dengan mengirim mereka ke lembaga, ke asrama, ke sekolah dll sebelum masa aqilbaligh mereka tiba.
Jika demikian, lalu apa yg ada dalam benak kita ttg amanah terindah dan kesempatan utk kekal bahagia di akhirat nanti? Jika demikian, lalu apa yg kita akan jawab di hadapan Allah swt ttg pendidikan mereka? Apakah lembaga, asrama dan sekolah akan dimintai tanggungjawab di akhirat kelak?

Jika demikian masihkah kita berharap syurga dari doa2 anak2 kita, padahal mereka dititipkan pd pihak ketiga yg tdk dimintai tanggungjawab sedikitpun dan diragukan doanya dikabulkan? Bukankah ketika usia mereka dititipkan itu masih menjadi tanggungjawab kita? Bukankah doa yg dipanjatkan oleh orang2 seiman yg bertalian darah akan lebih diterima Allah swt?
Setiap yg beriman pd AlQuran pasti tahu jawabannya. Bahkan memelihara anak yatimpun sebaiknya dalam dekapan keluarga yg utuh bukan cuma disantuni, apalagi anak kandung yg jelas menjadi tanggungjawab penuh kedua orangtuanya.

Lihatlah wajah teduh anak2 kita ketika mereka terlelap, beberapa tahun ke depan wajah2 ini akan berubah menjadi wajah orang dewasa yg setara dengan kita, lalu kita tdk punya lagi kesempatan memperbaiki karakter yg sdh terbentuk, apalagi menyempurnakan akhlak mereka.
Lalu apa yg kita jawab dihadapan Allah swt atas karakter2 yg sudah terbentuk tadi? Apakah kita mampu berlepas tangan dari tanggungjawab kita di akhirat?

Ayah Bunda, mari kita didik anak2 kita dengan tangan, hati, mata, telinga, lisan kita sendiri. Membangun Home Education bukanlah pilihan, namun kewajiban setiap orangtua yg beriman, itu tdk memerlukan penjelasan dan pembuktian lagi.
Pada galibnya anak2 kita akan hidup lebih lama dari kita, walau bisa saja mereka mendahului kita dipanggil Sang Khalik. Dalam menjalani masa depannya nanti - yg tanpa kehadiran kita - anak2 kita akan mengenang kita.

Anak2 kita memerlukan kenangan2 yg memunculkan kesan2 dan imaji2 yg baik, positif, tulus, penuh cinta dan utuh ttg masa lalu mereka bersama kedua orangtuanya, itu semua agar mereka kuat menghadapi masa sendiri ketika mereka kelak dewasa.
Dan itu hanya diperoleh pada masa yg singkat 15 tahun pertama dalam kehidupannya, yg diberikan oleh orangtuanya dgn tulus dan ikhlash yg tak tergantikan oleh siapapun.
Salam Pendidikan Peradaban #pendidikanberbasispotensi dan akhlak

FAQ

Q1
Bagaimana bila sang orangtua menyadari hal2 tsb namun merasa "tidak mumpuni" dalam mendidik anaknya agar jauh lebih baik darinya sehingga krn sebab inilah mereka mencarikan lembaga/sekolah/pesantren yang dirasa baik untuk anaknya?
A1
Persekolahan adalah lembaga pengajaran bukan lembaga pendidikan. Sekolah mengajarkan anak skill supaya pandai (misalnya pandai besi) dan mengajarkan knowledge supaya pintar (pintar matematika, kimia).

Jangan sampai porsi mendidik dikalahkan oleh porsi mengajar, pd tahap awal perkembangan anak (0- 7tahun) justru porsi sekolah sebaiknya ditiadakan krn tahap ini sepenuhnya tanggungjawab ortu utk fokus membangktkan fitrah2 yg baik (fitrah keimanan, fitrah belajar, fitrah bakat dsbnya).

Cara efektif pd tahap ini adalah membangn imaji2 postif ttg Allah, ttg diri, ttg keluarga dan masyarakat serta ttg alam dan ciptaan Allah lainnya. Maka penting menginspirasi anak2 kita melaui kisah2 dalam alQuran, kisah2 hdup orang2 besar sepanjang sejarah, buku2 dgn tutur dan bahasa sastra yg indah. Pada masa ini penting bahasa Ibu yg fasih, belajar di alam dan mengenal kearifan2 lokal yg mulia dan luhur yg tdk menyimpang dr aqidah.

Pada tahap mulai bergeser dari ego ke sosial awal (8-10 tahun) boleh peran pendidik komunitas atau jamaah mulai masuk, namun tetap fokusnya utk menggali potensi2 fitrahnya bukan skill n knowledge formal.

Pada tahap usia 11-14 ketika anak2 mulai menjelang aqilbaligh (usia 15 - 16 tahun), ketika mulai ajeg aqidahnya, sholatnya, bakatnya mulai konsisten, dll maka pengajaran skill dan knowlegde yg relevan dan mendukung bakat dan karakternya boleh dikembangkan.

Justru saya ingin mengembalikan keyakinan dan percaya diri para ortu bhw pendidikan berbda dgn persekolahan, jgn pernah berfikir bhw mendidik adalah mengajarkan fisika, matematika dan semua yg berjudul skill n knowledge.

Mendidik adalah membangkitkan fitrah keimanan, fitrah belajar, fitrah bakat dan fitrah lainnya. Jika fitrah sdh bangkit maka anak2 akan menjalaninya kehidupannya secara mandiri sesuai fitrahnya itu. Mereka amat mudah menerima kebenaran, amat mudah belajar segala hal dgn tekun, amat mudah meningkat kinerjanya dstnya. Lal kita hanya perlu sentuhan cinta dan memberi kesempatan seluas2nya.

Q2
Maksudnya sebaiknya anak memulai pendidikan formal itu sejak SD, bukan TK ya pak? Makasih sebelumnya
A2
Skill dan Knowledge yg mendukung Bakat dan Attitude bisa didapatkan di dunia Formal, atau di dunia Non Formal/Informal, tergantung keunikan anaknya.

Misalnya anak saya yg no 3 punya Potensi Unik anak: ARRANGER (suka menata), DESIGNER (suka merancang), COMMAND (suka memerintah/memimpin), IDEATION (banyak ide) maka ada banyak kemugkinan aktifitas yg mengarah ke peran, misalnya:
- Design Interior
- CEO
- Koreografer
- Penulis Scenario
- dll

Dari banyak peran itu, kita bisa beri kesempatan anak kita utk dilibatkan dalam pemagangan di perusahaan atau di club atau pelatihan atau kesempatan proyek dll utk menemukan dan mendalami peran tsb.

Nah Skill dan Knowledge mesti mendukung, misalnya
- Kursus Menulis / Sekolah Jurnalistik/Sastra
- Kursus Menari / Sekolah Tari
- Kursus Photoshop / Sekolah Design
- Kursus Kepemimpinan / Sekolah Leaderhip
dll

Untuk contoh di atas adalah contoh utk anak2 yg tidak terlalu cocok dengan sekolah formal