Minggu, 03 Februari 2019

Empati dan Kemampuan Membaca Situasi

06.35 0
Qadrullah di level #5 ini saya harus kembali bertugas, partner fasil kesayanganku di kelas Bunda Sayang Remedial sedang sakit. Jujur agak kelabakan dikarenakan sejak awal berpartner kami sudah membuat kesepakatan untuk urusan administrasi beliau yang akan back up. Kesibukan saya selaku Manajer Program Matrikulasi IIP lah yang membuat beliau menawarkan diri untuk bagian administrasi ini. Bukannya saya ingin meminta keringanan, tawaran beliau sangat meringankan tugas saya.

Flashback di surat yang saya gunakan untuk melamar sebagai fasil kelas Bunda Sayang beberapa bulan yang lalu. Kondisi ngefasil sendirian di kelas sebenarnya sudah menjadi pemikiran saya. Strategi untuk mendelegasikan beberapa pekerjaan teknis di Program Matrikulasi menjadi salah satu solusi. Ditambah dengan statement Manajer Bunda Sayah, teh Chika Dzikra yang menyebutkan bahwa fasil Bunda Sayang bisa tetap fokus untuk meningkatkan kualitas ngefasilnya dikarenakan tugas administrasi akan lebih dibebankan kepada pengurus kelas. Dari level #1 - level #4 praktis saya blas sama sekali tidak cek administrasi kelas ini.

Apa yang terjadi?

Ada beberpa hikmah yang bisa saya ambil di level #5 ini. Dan qadarullah hikmah ini sangat berkaitan sekali dengan banyak hal. Yang pertama berkaitan dengan tema materi, belajar. Seolah mata saya dibukakan bahwa saya masih kurang "membaca kondisi kelas". Bonding saya dengan mahasisiwi di kelas sangat terasa garing, bahkan hampir bisa dikatakan tidak ada. Level #5 ini adalah level penentuan untuk mahasiswi yang sudah tiga kali berturut-turut tidak mengerjakan game. Sesuai dengan CoC komunitas, mereka harus meninggalkan kelas. Saya sedih sekali tatkala merekap data kelas, ternyata ada 14 mahasiswi yang harus kembali ke regional. Suasana kelas dua bulan terakhir juga tidak kondusif mendekati pasif. Kehadiran saya di kelas yang notabene juga tidak bisa setiap hari mungkin semakin membuat kelas tidak sehat. Diskusi kelas yang awalnya ramai berangsur sepi,. Demikian pula peran pengurus kelas, tidak seaktif dulu.

Renungan panjang saya lakukan sambil memepersiapkan High Energi Ending. Banyak hak mahasisiwi yang belum saya tunaikan dikarenakan kegagalan saya dalam membaca situasi kelas. Self plak banget karena saya sangat telat meluangkan diri membaca kondisi para mahasisiei. Penghibur saya adalah nasehat gurunda, Ibu Septi Peni Wulandani, bahwa tidak ada kegagalan, yang ada adalah salah strategi. Untuk itu mari segera fokus pada solusi agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Saya pun mulai membuka diri, mendengarkan apa yang mereka butuhkan. Karena kemampuan membaca erat kaitannya dengan mengerahkan seluruh panca indera, maka saya harus memulainya dengan mendengarkan mereka.




Strategi baru harus segera dibuat, mulai dari merapikan administrasi kelas, mempererat kesolidan pengurus kelas, sampai menjalani road show ke peer group akan saya lakukan. Road show ini penting saya lakukan karena untuk dapat membaca kebutuhan mereka saya harus mendengarkan mereka. Administrasi kelas yang dulu saya abaikan harus kembali saya telateni. Tidak mungkin saya bisa membaca kondisi kelas jika saya terus-terusan abai dengan data administrasi kelas ini. Termasuk kembali mensolidkan pengurus, dengan mendelegasikan beberapa tugas kepada mereka, saya yakin akan bisa membuat mereka menjadi team work yang solid yang akan membantu saya untuk membaca kebutuhan teman-temannya,

Kedua, pada level ini saya seolah langsung mendapat ujian dari Allah karena bersamaan dengan level #5 ini saya berani untuk menyampaikan materi Management Gawai di Program Matrikulasi. Saya merasa Sang Penuntun sedang menuntun saya untuk komitmen dan konsisten dengan apa yang telah saya sampaikan. Mengelola banyak kelas, memang membutuhkan effort lebih. Seolah melalui level #5 dan level selanjutnya saya langsung praktek lapangan. Semoga Allah memudahkan saya dalam segala urusan.

Hikmah yang terakhir adalah mulai level #6 dan seterusnya saya harus lebih banyak membaca potensi orang-orang di ring 1 saya agar saya bisa mendelegasikan beberpa kewenangan. Ternyata double job itu tidak mudah, jauh dari ekpetasi saya. Namun saya tidak akan menyerah, karena saya bisa jadi ini adalh peran hidup yang harus saya ambil di komunitas Ibu Profesional. Kembali mantra cancel...cancel go away terngiang di telinga saya.

Dan untuk mengingatkan sekaligus menyemangati mahasiswi di kelas, saya buatkan badge special. Sejatinya dengan mengingatkan dan menyemangati mereka, saya sedang melakukannya untuk diri sendiri. Saya pun sedang berusah untuk konsisten dengan apa yang saya sampaikan, karena itulah jalan hidup seorang muslim.