Rabu, 03 Juni 2020

Komunikasi yang Positif Antara Suami-Istri

Menurut Pak Cahyadi Takariawan, komunikasi suami-istri adalah hal teknis namun sangat penting dalam membangun keharmonisan keluarga. Pada kenyataannya, sangat banyak pasangan yang sudah saling berkomunikasi rutin setiap hari tapi tidak selalu memberi dampak penguatan hubungan di antara mereka.




Komunikasi suami-istri adalah hal teknis namun sangat penting dalam membangun keharmonisan keluarga. Pada kenyataannya, sangat banyak pasangan yang sudah saling berkomunikasi rutin setiap hari tapi tidak selalu memberi dampak penguatan hubungan di antara mereka.

Tidak cukup kita mengatakan, "Suami istri harus memiliki kebiasaan berbicara setiap hari", karena berbicara tidak selalu berdampak menguatkan hubungan. Bicara adalah salah satu hal yang membangun sebuah proses komunikasi, selebihnya banyak faktor yang membangun sebuah pola komunikasi antara suami-istri.

Maka yang harus menjadi nasehat adalah, "Suami istri harus memiliki kebiasaan komunikasi positif setiap hari". Jadi, bukan sekedar komunikasi, namun harus komunikasi yang positif.

Dari mana kita melihat nilai positif dari komunikasi? Sebuah komunikasi antara suami dan istri dikatakan positif, paling tidak bisa dilihat dari empat sisi berikut.

Pertama, Positif dari sisi Tujuan

Ada suami yang berbicara dengan ketus kepada istri, dengan tujuan untuk mempermalukan sang istri. Ia sengaja melakukan itu supaya sang istri malu.

Ada istri berbicara dengan kasar kepada suami, dengan tujuan untuk menjatuhkan kehormatan suami. Ia sengaja melakukan itu supaya sang suami wibawanya jatuh. Ini contoh tujuan komunikasi yang dari segi tujuan jelas negatif.

Komunikasi pasangan suami-istri disebut positif apabila memiliki tujuan untuk menghadirkan kebaikan, kebahagiaan, dan kenyamanan hubungan bersama pasangan, juga bertujuan mewujudkan keharmonisan keluarga. Inilah komunikasi yang positif dari sisi tujuan.

Suami dan istri berkomunikasi untuk membuat mereka semakin dekat dan semakin taat kepada Tuhan. Suami dan istri berkomunikasi untuk membuat mereka semakin saleh dan salehah.

Bukan komunikasi yang bertujuan untuk menjatuhkan, menjelekkan, menyerang, atau mengalahkan pasangan. Bukan komunikasi yang bertujuan untuk pelanggaran terhadap aturan. Yang seperti ini menjadi komunikasi negatif dari segi tujuan.

Kedua, Positif dari Sisi Konten

Ada suami berbicara dengan istri, mengondisikan dan meminta sang istri untuk melakukan kejahatan. Ada istri berbicara dengan suami, meminta sang suami untuk melakukan penipuan.

Contoh kejahatan atau penipuan itu misalnya suami dan istri berdiskusi untuk merancang tindakan yang melanggar hukum agama ataupun hukum negara, seperti korupsi, menyuap, mengambil yang bukan haknya, menggugurkan kandungan dan lain sebagainya. Ini adalah komunikasi yang negatif dari sisi konten atau isi.

Al Quran surat Al Maidah ayat ke-2 mengarahkan, agar ta'awun (kerja sama) harus dibangun di atas landasan kebaikan dan ketakwaan. Jika prinsip ini dibawa ke dalam aktivitas  komunikasi suami istri, maka komunikasi dikatakan positif apabila isinya alal birri wat taqwa, kebaikan dan ketaqwaan.

Demikian pula dalam surat Al Ashr ayat 1 - 3, terdapat arahan agar komunikasi dilakukan untuk saling menguatkan iman dan amal saleh, serta saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.

Komunikasi tidak boleh berisi hal yang mendatangkan dosa (itsmi) dan permusuhan (udwan), sebagaimana arahan surat Al Maidah ayat ke-2. Ini adalah komunikasi yang negatif dari sisi konten atau isi, karena berisi dosa dan permusuhan.

Termasuk pula komunikasi yang isinya hal-hal kotor serta dilarang agama, seperti menggujing atau mengghibah. Ini masuk kategori komunikasi negatif dari segi isi.

Ketiga, Positif dari Sisi Cara

Ada suami yang berbicara dengan cara membentak-bentak istri, wajah merah serta mata melotot. Ada istri berbicara dengan nada tinggi dan emosi, sambil menuding-nuding suami. Walaupun isinya hal-hal yang positif, jika dilakukan dengan cara yang tidak tepat, maka bisa menjadi komunikasi yang negatif.

Cara komunikasi positif adalah dengan santun, lembut dan bijak. Al Qur'an mengarahkan agar kita selalu berlaku lembut dalam interaksi dan komunikasi.

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (QS. Ali Imran: 159).

Hasan Al Bashri mengatakan, "Berlaku lemah lembut inilah akhlaq Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dimana beliau diutus dengan membawa akhlaq yang mulia ini."

Oleh karena itu, hendaknya suami dan istri menghindari komunikasi yang dari segi cara membuat mereka saling bermusuhan dan berjauhan. Menurut John M. Gottman dan Nan Siilver, ada empat pemisah jarak suami istri, yaitu kritikan, celaan, saling menyalahkan pasangan dan membangun benteng.

Keempat, Positif dari Sisi Suasana

Komunikasi suami dan istri akan sangat optimal hasilnya, apabila didukung oleh suasana yang positif. Ada pasangan suami istri yang berkomunikasi dalam suasana banjir emosi, atau dalam suasana yang tergesa-gesa.

Dampaknya mereka tidak bisa berbicara dengan tenang dan lega, karena terbawa oleh suasana kemarahan, emosi, atau tidak enaknya suasana. Maka pilihlah suasana yang nyaman untuk berkomunikasi. Yaitu suasana tenang, damai, lapang, serta tidak terbanjiri emosi.

Suasana emosi sangat tidak tepat untuk melakukan komunikasi. Itulah sebabnya, orang beriman diarahkan untuk bisa mengendalikan kemarahannya.

Dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Nabi Saw bersabda, "Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah".

Menciptakan suasana adalah bagian dari keterampilan yang perlu dimiliki suami dan istri. Mereka harus pandai "membaca suasana", kapan bisa berkomunikasi secara lapang dan nyaman. Memilih waktu dan tempat yang tepat, bisa membantu terciptanya suasana yang positif untuk berkomunikasi.

Kelima, Positif dari Sisi Hasil

Ada pasangan suami-istri yang rutin berkomunikasi, namun selalu berujung kepada kemarahan dan sakit hati. Suami dan istri justru semakin menjauh, semakin berjarak, karena rutin mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari pasangan.

Untuk itu, komunikasi suami istri harus positif, yaitu komunikasi yang hasilnya mampu melegakan, mendekatkan, membahagiakan pasangan.

Komunikasi disebut positif apabila menghasilkan semakin kuatnya keimanan, semakin bagusnya ketakwaan, semakin indahnya hubungan dengan pasangan.

Komunikasi disebut negatif apabila menghasilkan semakin kuatnya kemarahan, kemaksiatan dan mencerai beraikan hubungan dengan pasangan. Komunikasi positif itu mendekatkan dan menyatukan. Komunikasi negatif itu menjauhkan dan memisahkan.

Demikianlah beberapa sisi yang bisa dihadirkan dalam komunikasi suami istri, agar bisa bernilai positif. Dengan komunikasi positif ini, hubungan dengan pasangan semakin kuat, dan akan menyebabkan ketahanan keluarga menjadi semakin kuat pula.

Bahan Bacaan;

https://www.kompasiana.com/pakcah/5dfc0dd2097f36610f22d742/komunikasi-itu-mendekatkan-dengan-pasangan-bukan-menjauhkan

Cahyadi Takariawan, "Wonderful Love", Era Adicitra Intermedia, Solo, 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar