Senin, 24 Februari 2020

Bahagia Dengan Bersikap Asertif

Komunikasi adalah penjembatan sebuah proses interaksi agar terwujud kebahagiaan para pelakunya. Alahamdulillah di persaudarakan dengan teman seperjuangan di kelas Bunda Cekatan ini. Salah satu bentuk kolaborasi kami selama berinteraksi di kelas ini adalah membuat menu belajar baru untuk melengkapi menu belajar tentang komunikasi produktif di kelas Bunda Cekatan. Menu belajar ini tersusun based on insight yang kami dapatkan selama berinteraksi di kelas Bunda Cekatan ini. Perilaku asertif adalah salah satu kemampuan interpersonal yang akan membuahkan kebahagiaan dalam hidup. 

Selain perilaku asertif ada juga perilaku pasif dan agresif. Perilaku asertif merupakan penangkal terhadap perilaku pasif dan perilaku agresif. Adapun pengertian dari ketiganya adalah sebagai berikut:



Perilaku asertif adalah perilaku yang merupakan ekspresi/pernyataan dari minat, kebutuhan, pendapat, pikiran, dan perasaan, yang dilakukan secara bijaksana, adil, dan efisien, efektif dan produktif, sehingga hak-hak kita bisa dipertahankan tanpa melanggar hak orang lain. Perilaku asertif membuat seseorang menjadi lebih percaya diri dan merasa berharga, memiliki konsep diri yang tepat, meningkatkan pengendalian diri (self-control) dalam kehidupan sehari-hari, serta memperoleh hubungan yang adil dengan orang lain. Pada saat kita menampilkan perilaku “manis”, “tidak menimbulkan masalah bagi orang lain”, lemah, pasif, mengorbankan diri sendiri, tidak bisa menolak, membiarkan kebutuhan, pendapat, pikiran, penilaian orang lain mendominasi kebutuhan, pendapat, pikiran, dan penilaian diri kita sendiri, maka kita sudah menampilkan perilaku non asertif.

Perilaku pasif ini menimbulkan rasa terancam dan tersakiti, tidak puas, depresi, penyakit fisik, serta akan mengukuhkan keberadaan perilaku agresif orang lain.

Sedangkan perilaku agresif adalah perilaku yang self-centered (hanya mengutamakan kepentingan, pendapat, kebutuhan, perasaan sendiri), tidak mempertimbangkan hak orang lain, berisi permusuhan dan kesombongan. Orang-orang yang agresif biasanya mengambil keuntungan dari orang-orang yang non asertif. Dari orang-orang agresif ini pulalah munculnya chauvinisme.

Dengan kata lain, dari ketiga perilaku tersebut, perliku asertif adalah perilaku yang akan membuat bahagia dan "membahagiakan orang lain" dalam interaksi interpersonal.

Perilaku asertif bisa dibentuk, pada dasarnya perilaku ini bukan karakter dasar yang melekat pada kepribadian seseorang. Inti dari bersikap asertif adalah kemampuan mengendalikan emosi. Seseorang yang mampu bersikap asertif maka akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Adapun faktor yang sangat mempengaruhi kemampuan ini antara lain;


  1. Jenis kelamin, seorang lelaki dipercaya lebih mampu beraikab asertif dibandingkan seorang wanita. Dikarenakan seorang lelaki lebih mampu mengendalikan emosi dan perasaannya.
  2. Kebudayaan, tradisi yang telah mengurat akar juga sangat mempengaruhi sikap ini. Dalam Islam, sikap asertif ini juga diajarkan dan dikuatkan dengan makna tsabat atau teguh pendirian. Dalam tradisi Barat sikap asertif ini juga sangat tumbuh subur, hal ini dibuktikan dengan ditentangnya segala bentuk penjajahan yang digaungkan oleh bangsa Barat.
  3. Faktor selanjutnya adalah pola asuh kedua orang tua. Keluarga adalah tempat pertama bagi seorang anak untuk belajar bersosialisasi, sebutannya adalah sosialisasi primer. Di keluarga anak diajarkan untuk mengendalikan emosinya. Ini adalah dasar agar bisa bersikap asertif sebelum anak siap untuk melakukan sosialisasi sekunder di masyarakat.
  4. Usia juga mempengaruhi kemampuan untuk bersikap asertif. Semakin berumur, pada dasarnya seseorang semakin kaya pengalaman hidupnya. Sehingga pengendalian emosinya juga lebih matang dibandingkan orang yang pengalaman hidupnya masih sedikit. Pengalaman berinteraksi dengan berbagai karakter daru ber-bagai rentang usia juga sangat mempengaruhi kemampuan bersikap asertif ini.
  5. Tak dapat dipungkiri, tingkat pendidikan juga sangat mempengaruhi. Seseorang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi akan lebih mampu bersikap asertif dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah dikarenakan luasnya wawasan yang mereka miliki.
  6. Yang terakhir dan sangat mempengaruhi kemampuan bersikap asertif adalah masalah sosial ekonomi. Seseorang dengan tingkat ekonomi yang lebih baik pada umumnya lebih mampu mengendalikan akal dan emosi dikarenakan telah selesai dengan urusan perut. Bagi seseorang yang masih terbelit dengan urusan perut maka keinginannya hanya satu, bagaimana dia mampu mencukuim kebutuhan sosial dasar ini sehingga tak jarang banyak yang bersikap agresif. Atau bagi mereka yang masih terbelit masalah perut ini, akan merasa sebagai golongan inferior, sehingga merasa sebagai golongan yang terkalahkan karena ketidakmampuan merubah mindset.


Sedemikian pentingnya sikap asertif, maka dalam praktek keseharian perlu adanya stimulus untuk menguatkan kemampuan ini. Dengan bersikap asertif seseorang akan mampu bersikap jujur, yang akan tampak pada perilaku sebagai berikut;


  1. Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan
  2. Kemampuan untuk mempertahankan keyakinan
  3. Kemampuan untuk melindungi hak pribadi


Beberapa pengalaman BuPer dilapangkan, orang yang mampu bersikap asertif ini terkadang oleh sebagian orang disalah artikan sebagai  seorang yang terlalu idealis. Sebenarnya ada pembeda yang mendasar, yakni terlihat dalam adab (etika) dan etiket dalam berkomunikasi. Seseorang asertif pada intinya masih mampu bersikap kooperatif dan kompromi, namun dengan tidak meninggalkan keyakinannya.

Menurut BuPer sendiri, sikap asertif selain menghadirkan kebahagiaan juga akan lebih menguatkan eksistensi dalam berinteraksi. Seorang pemimpin yang mampu bersikap asertif akan menjadi sekarang pemimpin yang berwibawa dan disegani. Sedangkan jika dalam posisi sebagai anak buah, sikap asertif ini akan membuat pimpinan dan kolega menghargai pendapat kita.

Islam Berbicara Soal Tsabat


Di awal, BuPer menuliskan bahwa sikap asertif dalam Islam bisa diartikan sebagai tsabat yang bermakna teguh pendirian dan tegar dalam menghadapi ujian serta cobaan di jalan kebenaran. Tsabat bagai benteng bagi pemimpin dan orang-orang yang berada dalam kepemimpinannya. Ia sebagai daya tahan yang melahirkan sikap pantang menyerah. Tsabat itu ketahanan diri dalam menghadapi berbagai hal yang merintanginya, hingga dirinya mampu meraih cita-cita dan merealisasikan tujuan-tujuannya. Dalam tsabat ada kemuliaan karena adanya komitmen dan konsistensi pada prinsip yang diyakininya serta tidak larut bersama arus.

Tsabat itu berarti senantiasa bekerja dan berjuang, menempuh perjalanan yang amat panjang sampai batas akhir terminal kehidupan, dengan kemenangan di dunia ataupun gugur di medan laga.

Tsabat melahirkan keberanian menghadapi realita hidup. Ia tidak cengeng dengan beragam persoalan. Malah ia mampu mengendalikan permasalahan. Sebagaimana dalam firman Alloh “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu menghadapi satu pasukan maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”. (QS. Al Anfal (8): 45).

Tsabat mengantarkan pada ketenangan hati. Ketenangan hati menumbuhkan kepercayaan. Kepercayaan menjadi modal utama dalam berinteraksi dengan banyak kalangan. Karena itu sikap tsabat menjadi cermin kepribadian. Dan cermin itu berada pada bagaimana sikap dan jiwanya dalam menjalani arah hidupnya, juga bagaimana ia menyelesaikan masalah-masalahnya.

Tsabat adalah cermin diri dalam meraih kebahagiaan. Karena tsabat dapat menjadi mesin penggerak jiwa-jiwa yang rapuh. Ia dapat mengokohkannya. Tidak sedikit orang yang jiwanya mati, tapi hidup kembali karena mendapatkan energi dari kebahagiaan seseorang. Ia bagai inspirasi yang mengalirkan udara segar terhadap jiwa yang limbung menghadapi segala kepahitan. 

Untuk itu, salah satu do'a yang harus dipanjatkan agar mampu berpegang teguh atas prinsip yang kita pegang, ada sebuah do'a sebagai penguatnya.

“Duhai pemilik hati, wahai pembolak balik jiwa, teguhkanlah hati dan jiwa kami untuk senantiasa berpegang teguh pada agama-Mu dan ketaatan di jalan-Mu”.


Wallahu alam 

Sumber Bacaan:
1. Hasan al Banna, Majmu`ah Rasail
2. https://www.google.com/amp/s/bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/08/03/meningkatkan-kemampuan-asertif/amp/
3. Melatih Diri Untuk Bersikap Asertif, Dra. Herlina, Psi. – Jurusan Psikologi – FIP - UPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar